Love & Coffee


Cinta itu seperti secangkir kopi. Menyatu dalam satu wadah menjadi perpaduan pahit dan manis. Saat kau menyesap kopi indra pengecapmu akan merasakan pahitnya kopi dan manisnya gula. Paduan yang pas seperti perjalanan cinta sepasang insan manusia. Ada kalanya cinta itu merasakan manisnya janji dan pahitnya pengkhianatan. Seperti itulah mungkin sebuah kisah cinta yang selalu aku alami.

Aku bukan pencinta kopi tapi aku mencintai orang yang sangat menyukai kopi. Setelah berpisah dengan sang pangeran peracik kopi kini akupun beralih pada kesatria maniak kopi. Dia adalah mahasiswa semester enam di sebuah universitas di negeri ini. Dia juga seorang barista di  sebuah kafe yang lumayan terkenal di seluruh penjuru kota.

Story Cafe.

Mungkin sang pemilik kafe menginginkan tempat ini selalu menjadi bagian cerita dalam kehidupan para pengunjungnya. Suasana damai dan sejuk menjadikan aku betah duduk berlama-lama sendiri di sini. Beberapa bulan yang lalu aku pindah ke kota ini, meninggalkan kota yang dulu pernah menjadi kenangan indah bersama sang pengeran peracik kopi.

Kenapa dia yang sekarang aku sebut kesatria? Karena dia memang pantas disebut seperti itu. Seorang perantauan yang mendapatkan beasiswa di universitas ternama. Kerja dan kuliah menjadi rutinitasnya setiap hari. Dia bukanlah dari keluarga yang bermateri tapi semangatnya menggapai cita-citanya tak pernah luntur. Dia memang bukanlah seorang pangeran tapi dia kesatria yang selalu siap berkorban demi apapun demi orang yang dia sayangi.

“Kenapa kamu maniak kopi?” tanyaku saat berkunjung ke Story Caffe pada sore yang mendung kelabu. Gerimis mulai menyapu dahan-dahan dengan lembut diiringi senyum manisnya dengan lesung pipi yang selalu membuatku candu.

“Kenapa ya? Mau tau aja atau mau tahu banget.” Dia terkekeh sendiri melihatku sedikit memanyunkan bibir. Aku kembali menyesap hot chocolate yang aku pesan. Gerimis lembut tadi sudah berubah menjadi hujan deras, jalanan di depan sana sudah mulai tidak terlihat karena kaca-kaca kafe sudah tertutup oleh embun air hujan.

“Pertanyaannya tadi aku cancel.”

“Emang ada gitu pertanyaan di cancel?” tanyanya sambil tersenyum jahil.

“Ada.”

“Hahahaha iya ada dan cuma kamu yang memberlakukannya.” Dia berdiri, mengacak rambutku sebentar kemudian berkata, “Tunggu di sini, aku mau beres-beres dulu. Kuantar kamu pulang.”

“Tapi aku tidak bawa payung.” kataku dengan wajah cemas.

“Aku bawa kok, nanti sepayung berdua biar romantis seperti drama-drama Korea yang sering kamu tonton.”

Aku yakin wajahku memerah dan panas saat ini, berbanding terbalik dengan suasana di luar sana yang mungkin sangat dingin. Bukan hanya suasana kafe yang hangat tapi hatiku juga terasa hangat.
Jovandi Aranka. Nama yang selalu memenuhi pikiranku dan menggantikan nama Evaldo Rowandi Abraham sang pangeran peracik kopi. 

Benar apa yang dikatakan Jovan, kehidupan itu seperti menikmati secangkir kopi. Meskipun pahit kita akan menikmatinya sampai tinggal ampasnya yang tersisa. Dan kita tidak mungkin meninggalkan kopi itu dan beralih ke cangkir kopi yang lain sebelum kopi yang berada di cangkir pertama habis. Seperti kehidupan yang pahit dan menyiksa, kita tidak mungkin lari dari masalah dan meninggalkannya begitu saja tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu. Nikmati saja rasa sakitnya, nikmati saja segala rasa yang akan disuguhkannya. Manis, pahit, asam, kecut dan sebagainya tetap akan menjadi hal yang menakjubkan dalam sebuah perjalanan hidup.

Hujan mulai mereda namun degupan jantungku tak mau reda sejak tadi. Berada dalam dekapan tangannya di bawah payung yang sama hati perempuan mana yang tidak berdesir. Ingin sekali cepat sampai depan kost namun takut nantinya menyesal karena harus cepat berpisah dengannya.

“Udah sampai, masuk gih.” ucap Jovan membuyarkan lamunanku.

“Heh? Oh.. iya.” lucunya aku malah terbengong dan gagap sendiri.
Jovan mengangkat sebelah alisnya dan menatapku aneh. Dia pasti berpikiran yang aneh-aneh tentangku. Aku segera menjauhkan diri dari Jovan.

“Mau minum kopi dulu?” tawarku padanya. Dia menggeleng pelan.

“Lain kali saja. Aku mau belajar besok ada kuis, sepertinya sih. Lagian aku tidak mau beasiswaku dicabut.”

“Ah iya, ya. Ya sudah belajar yang rajin. Biar cepet lulus dan cari kerja yang sesuai dengan bidangmu.” Dia kuliah jurusan arsitek jadi mana mungkin dia akan jadi barista kafe selamanya. Salah satu faktor yang menyebabkannya maniak kopi mungkin Jovan sering lembur menyelesaikan tugas desain bangunannya.

“Iya Tuan Putri Vanya. Dan juga cepet-cepet bisa lamar kamu.” celetuknya sambil tersenyum jahil dan jangan lupa lesung pipi yang membuatnya semakin tampan.

“Ih gombalnya basi.”

Dia kembali terkekeh kemudian berpamitan pulang sambil melipat payungnya karena hujan benar-benar reda. Hey... apa hujan tadi berpihak kepadaku? Benar-benar suasana romantis seperti drama Korea.

Manis dan pahitnya kehidupan memang akan selalu mewarnai kehidupan ini, tergantung bagaimana kita menjalaninya saja. Patah hati dan jatuh cinta adalah hal wajar yang pernah dialami bukan sebuah moment yang dijadikan penyesalan namun jadikan sebuah pembelajaran yang tidak didapatkan dari guru manapun di sekolah.

Cinta dan kopi, dua hal berbeda yang selalu menjadi coretan kehidupan indah seorang perempuan bernama Vanya Anggita Putri. Dia adalah aku.

#OneDayOnePost
#tantanganmingguketiga

April Cahaya
Pati, 12 April 2016


Note : Spesial di hari ulang tahunku ini aku persembahkan cerita romantis ala April Cahaya. Semoga yang membaca suka ya... Terimakasih. ^^

22 comments:

  1. Met milad April. Sukses ya. Tulisannya keren. Terlihat Dari diksi Dan penuturannya kalo bukan penulis pemula.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku penulis pemula mbak...

      Makasih ucapannya.. amiin.

      Delete
  2. saya suka saya suka, baguuuus april

    ReplyDelete
  3. Jadi teringat karya dee, filosofi kopi. Nice

    ReplyDelete
  4. Wah romantisnya...., antara kopi dan hujan... ^^
    Met ulang tahuΓ± mbk April...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahayy.. pas bgt yah perpaduannya.
      Makasih Inet

      Delete
  5. Met Ulang tahun mbak April, smoga tmbah berkah ...

    Filosopi kopi.. I like it

    ReplyDelete
  6. Waaahhh..kereennn.. kopi, hujan, dan sebuah kisah cinta..😍😍😍 bikin baper berpangkat 3..πŸ˜‚

    ReplyDelete
  7. Wuihhh .. kompor gass!!
    Happy birthday ya April

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kompor gas terus yah mas.. jangan-jangan mas Heru jualan kompor gas.. hahaha peace!!

      Makasih mas ucapannya

      Delete
  8. "Hidup itu seperti kopi. Memang rasanya pahit, tapi itu jika kita tidak tahu cara menikmatinya." (Hitam Putih)

    ReplyDelete
  9. Mba april... komentarku g masuk, hehe gagal mungkin...

    ReplyDelete