Menikah Itu Niatnya Untuk Ibadah




Siang itu, tepatnya saat jam istirahat. Para mahasiswi semester enam sedang menikmati makan siangnya. Kami saling berbincang-bincang ria dan berbagi lauk-pauk dari bekal yang kami bawa. Maklumlah dalam rangka ngirit ya begitulah, lagian hemat itu pangkal kaya lho. Daripada kita bingung mau jajan apa waktu istirahat siang lebih baik bawa bekal sendiri kan dari rumah.

Pembicaraan dimulai dari berbagi cerita tentang masakan. Ya ini memang kumpulan ibu-ibu dan calon ibu-ibu. Jadi wajarkan kalau obrolannya tentang dunia masak-memasak.


“Ini lho mbak kalau mau minta, tadi aku masak oseng daun pepaya.” salah satu temanku menawariku masakannya. Aku berdiri dengan segera tak lupa membawa tempat makan dan sendokku.

“Mau dong mbak, pahit tidak?” tanyaku antusias. Kata orang memasak daun pepaya itu kalau tidak pinter rasanya jadi pahit. Ada cara-cara tertentu agar rasanya tidak pahit. Entahlah aku tak tahu bagaimana caranya, lain kali bisalah dicoba.

“Coba dulu lah mbak.”

“Sedikit pahit mbak, tapi enak kok.” komentarku kemudian menyendok oseng daun pepaya dan menaruhnya ke dalam tempat makanku. Kami mulai asyik sendiri menikmati bekal makan siang kami hari ini.

Topik pembicaraan lain pun mulai mengalir. Ceritanya salah satu teman kami akan melangsungkan pernikahannya minggu depan. Seperti biasa lah namanya juga ibu-ibu dan mbak-mbak sukanya malah ngegosip ria. Aku sendiri tenggelam dalam duniaku yaitu handphone. Aku sibuk chating dengan temanku berdiskusi tentang blog. Yah namanya lagi belajar nge-blog ya serasa masih gagap gitu kan. Perlu belajar perlahan agar lihai menggunakan blog.

“Itu lhoh mbak, dulu katanya dia tidak mau menikah sama orang sini. Eh kok akhirnya dapatnya orang sini juga kan. Yang dicari apa to, harus kaya gitu?” salah satu temanku berkomentar.

“Ya yang berduit itu penting kalau ganteng tapi tidak punya duit ya percuma. Emangnya hidup itu tidak butuh duit. Kalau perlu ya cari suami itu yang kaya dan anak terakhir. Kebayang kan kalau anak terakhir warisannya dapat banyak.” sahut yang lainnya. Dalam hati cuma bisa mengucapkan istighfar. Ini juga mata habis makan malah ngantuk bener padahal masih ada dua mata kuliah lagi.

“Suaminya pegawai bank kan? Tapi masih kontrak dan sekarang masa kontraknya sudah mau habis. Nah kalau habis menikah sudah tidak kerja lagi bagaimana? Lha kacau dong. Tidak cocok itu.”

“Makanya cari suami itu yang sudah diangkat pegawai tetap bukan magang ataupun kontrak.”

“Tapi jaman sekarang kan susah cari kerjaan yang bisa tetap mbak.”

Obrolan masih berlangsung dan aku tidak perlu menyebutkan satu-satu siapa saja yang masuk dalam obrolan ini kan? Karena ada lima orang lebih yang nimbrung. Seandainya saja laptopku baterainya tidak habis pasti enakan nonton film daripada mendengarkan obrolan mereka. Ini termasuk ghibah kan? Dosa lhoh.

“Dia itu mencari suami yang punya mobil.”

“Halah punya mobil kalau kredit ya percuma. Terus misal lamaran sepeda motor kredit juga. Lha habis menikah malah bangkrut dong.”

“Mbak pacarmu kerja di pelayaran kan? Tidak enak lhoh kalau pas ditinggal kerja.”

“Terus aku carinya yang bagaimana mbak?”

Dan seterusnya obrolan masih seputar dengan siapa nantinya mereka akan menikah. Sebagian besar sudah mempunyai pacar sih, tapi entahlah mereka masih ribut dengan hal itu. Disela-sela obrolan mereka akhirnya aku angkat bicara.

“Menikahlah dengan niat untuk ibadah. Tak perlu persyaratan yang muluk-muluk pilihlah yang agamanya baik.” setelah mengatakan itu aku berdiri mengambil mukena di dalam tas berniat untuk sholat dhuhur.

Seketika mereka diam tidak melanjutkan obrolan mereka.

“Wah kata-katanya mbak April sederhana tapi ngena banget di hati. Setuju banget mbak.” kata teman yang duduknya tepat dihadapanku. Aku menanggapinya dengan senyuman.

“Ada yang mau ikut sholat tidak nih?” tanyaku saat sudah diambang pintu.

“Aku ikut mbak.”

“Maaf mbak kebetulan aku lagi libur.” jawab temanku yang lain.

Aku dan satu temanku segera bergegas ke masjid karena ternyata langit siang itu sedikit tidak bersahabat. Mendung dan rintik hujan sudah turun perlahan. Jika tidak ingin kehujanan ya cepat-cepat sampai masjid. Aku tidak tahu apakah obrolan mereka tadi akan tetap berlanjut setelah aku berlalu atau cukup sampai disitu saja. Semoga saja mereka menyudahi obrolan mereka.

Yang paling menyebalkan hari ini bukan hanya mendengarkan obrolan teman-temanku yang kurang penting itu tapi jam kuliah hari ini serasa lama banget. Pengen cepat pulang dan tidur. Udah itu aja.




#OneDayOnePost
#tantanganbulankedua


April Cahaya

Pati, 28 Maret 2016

9 comments:

  1. Ayo pril segerakan menikah agar salat ada yang imami

    ReplyDelete
  2. Tuh Mbak, diajakin nikah sama Kang Gilang. :D

    Walah, jadi lebih tertarik mengomentari komentar nih. -,-

    Btw, tulisan Mbak April keren, ya. Ringan dan ngalir. Suka.^^

    ReplyDelete
  3. baru tau klo daun pepaya bisa dimakan 😁
    selama ini taunya cuman jdi obat..

    ReplyDelete