Doktrin Perempuan Desa




Tulisan saya kali ini mungkin terlihat seperti sebuah curhatan yang mungkin saja sedang dialami juga oleh beberapa perempuan di luar sana. Perempuan-perempuan yang hidup dalam suasana asri pedesaan namun terkurung dalam sebuah sangkar emas yang menusuk.

Sudah menjadi pembahasan yang biasa saja, yah sangat biasa jika seorang perempuan telah di doktrin menjadi seorang ibu rumah tangga. Dia seorang ibu yang mengurus anak dan dia adalah istri yang mengurus suami. Dia adalah seseorang yang mampu membuat sebuah rumah yang dihuni oleh keluarga menjadi terlihat menyenangkan. Dia adalah seseorang yang mampu menghidangkan masakan-masakan yang membuat air liur menetes.

Dan yang menjadi pertanyaan kenapa semua peran itu menjadi momok untuk perempuan? bolehkan perempuan meninggalkan semua peran itu? Saya rasa itu mustahil. Jika bertanya seperti itu maka jawabannya adalah... “Sudah menjadi kodrat perempuan untuk melakukan semua itu.”Tidak akan ada yang membelamu jika kamu menentang hal ini.

Kapan menikah?

Menjadi sebuah kalimat horor layaknya Lord Voldemort yang namanya tidak boleh disebut. Kalimat ini sering dilontarkan oleh orang-orang yang merasa tidak berdosa pada seseorang yang dirasa pantas untuk menikah. Sebuah kalimat yang menjadi kengerian tersendiri bagi seseorang yang sudah berusia matang dan masih jomblo.

Apa salah seorang jomblo?

Oke... hal ini akan menjadi sesuatu yang tidak begitu penting bagi orang-orang yang hidup di perkotaan. Orang-orang yang sudah terkontaminasi gaya hidup modern dan jauh dari pemikiran-pemikiran yang sifatnya tidak realistis.

Bayangkan jika kamu adalah seorang perempuan desa yang berusia sekitar dua puluhan dan bagi keluarga dan tetanggamu itu adalah usia yang tepat untuk menikah. Apa yang ada dalam pikiranmu sekarang?
Jika kamu mempunyai pacar apakah kamu akan meminta pacarmu untuk menikahimu segera? Jika kamu jomblo apakah kamu akan mencari seseorang yang mau menikahimu? Mana mungkin segampang itu.

Memilih untuk berkarir dan mengejar cita-cita di tengah teman sebayamu yang sudah memilih untuk menikah adalah hal yang sangat sulit, seperti berjalan di tengah lumpur. Teramat berat untuk melangkah namun tekadmu sudah bulat. 

Ketika keluargamu hanya mendukung setengah-setengah, dimana suatu waktu mereka akan menyatakan sorakan yel-yel untukmu dan setelahnya kamu akan ditanya kapan menikah dan segala nasehat yang membuatmu tersudut. Rasanya seperti kamu dituntun kemudian kakimu akan ditendang dari belakang, saat itu juga kamu akan jatuh terjerembab dalam kubangan lumpur. Amat menyakitkan.

Pendidikan tinggi menjadi prioritas utama bagi-bagi orang-orang yang tidak menganggap pendidikan hanya untuk mencari pekerjaan saja. Melainkan pendidikan merupakan sarana menggali ilmu dan memperoleh pengalaman yang lebih dari orang lain. 

Suatu hal yang masih mustahil dilakukan oleh seorang perempuan desa adalah menuntut ilmu setinggi-tingginya. Apakah perempuan desa tak berhak meraih cita-citanya? Tidak berhakkah dia mencapai kesuksesan menurut kadar yang dia inginkan? 

Tidak cukupkah banyak kisah inspiratif yang diperoleh oleh perempuan-perempuan yang ekonominya sangat pas-pas namun ia mampu meraih prestasi dan kesuksesan yang luar biasa?

Para orang tua akan berkata luar biasa ketika melihat perempuan-perempuan tangguh itu menjadi salah satu bintang tamu sebuah acara telivisi swasta. Mereka para orang tua terkagum-kagum menatap layar kaca tanpa berkedip. Namun saat anak perempuan mereka berkata ingin seperti sosok di layar kaca itu... orang tua mereka serempak berkata TIDAK.

“Setelah lulus SMA nanti kamu langsung nikah aja, Nduk.”

Sebuah kalimat yang seketika meluluh lantakkan harapan dan cita-cita seorang perempuan muda.

Ada yang salah dengan keinginannya? Apakah menyimpang dari sebuah norma atau perundang-undangan?

“Ngapain kamu kuliah tinggi-tinggi, Nduk? Pada akhirnya kamu juga akan ngurus suami sama anak. Nggak usah sok gaya pengen kuliah seperti anak orang kaya, toh anaknya kepala desa aja nggak kuliah lebih memilih menikah daripada kuliah.”

Yakinlah kalimat ini lebih mengerikan dibanding petir di siang bolong. Lebih mengerikan dibanding kamu didatangi monster air yang mempunyai taring sebesar lenganmu.

Ada banyak hal menjadi beban bagi seorang perempuan yang hidup di desa seperti saya. Bersyukurlah bagi kalian yang bisa merantau ke kota besar saat ini, tidak akan mengalami hal-hal yang akan membuatmu menjadi gila karena hal-hal yang selalu bertentangan dari pemikiranmu. 

Segala hal yang terjadi dan sedang dijalani tak ubahnya adalah sebuah cobaan dalam perjalanan hidup yang sudah digariskan oleh Sang Pencipta. Tergantung manusianya yang mampu menjalaninya dengan baik atau teramat buruk. Apakah nantinya akan menemukan sebuah cahaya atau jurang kegelapan yang akan menyesatkan.

Terimakasih telah membaca sederet kalimat yang dari awal memang akan terlihat seperti sebuah curhatan. Berikan pendapatmu saja jika inging berkomentar dibawah ini, bukan sebuah kalimat yang menyuruhku untuk bersabar. Oke?


Bye...



April Cahaya
Pati, 13 Juli 2016





#woman #perempuan #artikel #opini #story #onedayonepost

2 comments:

  1. Perempuan itu yang penting pinter 3M.
    Masak, Macak, lan Manak (bahasa Jawa).
    Piss ✌

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hah... rata-rata pahamnya gitu ya Mas...

      Delete