Siang
hari yang panas itu paling enak kalau minum es kelapa muda. Sedari tadi selama
kuliah berlangsung Dewi sudah membayangkan betapa segarnya minum es kelapa
muda. Dahaga yang mencekik dari sejam yang lalu membuat tenggorokan Dewi serasa
berdemo. Sayangnya air putih
yang di bawa Dewi tidak dingin, jadi serasa ada yang kurang.
“Net,
habis ini beli es kelapa muda ya.”
“Eh?
Kamu nyidam?” tanya Inet heran dengan Dewi yang tiba-tiba ingin membeli es
kelapa muda.
“Ngawur,
bukan Inet. Lagi ingin aja.” jawab Dewi.
“Yaudah
deh, sepertinya enak diminum siang-siang gini. Seger.”
Dewi
dan Inet menikmati es kelapa muda di sebuah warung yang ada di pinggir jalan.
Rasa haus yang menerornya kini sudah terbayar dengan sempurna. Dewi teramat
menikmati segelas esnya sedangkan Inet asyik sendiri dengan handphone.
Handphone Dewi berdering dengan nada panggilan lagu Harris J yang masih setia
tersetting di sana.
“Aku
lagi minum es kelapa muda
sama Inet. Emang kenapa, Lang?” Percakapan Dewi di telepon mampu mengalihkan
perhatian Inet dari gadgetnya saat ia sekilas mendengar nama Gilang disebut.
“Hem,
kamu ke sini aja juga gak apa-apa. Aku free kok udah gak ada jam kuliah, abis
ini juga mau pulang.” Inet yakin jika yang telepon itu adalah Gilang. “Oh oke
deh. Aku tunggu ya.”
“Siapa
Wi?” tanya Inet saat Dewi memutus sambungan teleponnya dengan Gilang. Meski
Inet tahu yang tadi itu pasti Gilang namun ia ingin memastikannya sendiri.
“Oh
itu tadi Gilang. Katanya mau ngomong sesuatu sama aku. Aku suruh aja ke sini
sekalian.” jawab Dewi diikuti anggukan kepala oleh Inet. Entah kenapa
sebenarnya Inet ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Gilang. Tapi
apakah ia pantas menanyakan sesuatu yang tidak penting seperti itu. Amatlah
canggung jika sang empunya tahu, bisa-bisa Inet dikira kepo.
Tak
lama kemudian sebuah mobil berwarna putih menepi di pinggir warung tempat
dimana Dewi dan Inet berada.
--
Jika
saja semua hati manusia dapat ditebak dengan mudah, tidak akan ada satupun perasaan yang
bisa disembunyikan dengan rapi tanpa orang lain tahu. Bisa saja seseorang
terlihat biasa saja namun siapa yang tahu jika hatinya sedang berkecamuk.
Pergolakan batin lebih rumit dibanding rumus Matematika yang paling sulit
sekalipun. Andai semua manusia saling mengerti perasaan masing-masing, apakah
mungkin tak ada hati yang tersakiti?
Dewi
memainkan sendok yang berada di dalam gelas es kelapa mudanya yang sudah habis.
Ada berbagai pemikiran rumit yang ada di dalam kepalanya. Entah apa itu.
“Wi...”
panggil Gilang yang berada di samping Dewi. “Dewi.” Panggil Gilang sekali lagi,
namun Dewi masih bergeming.
Sebuah
tepukan lumayan keras mendarat di pundak Dewi. Dewi sedikit berjingkat karena
kaget.
“Emang
gitu Bang Gilang. Akhir-akhir ini Dewi sering banget ngelamunnya.” celetuk
Inet.
“Oh
pantes, aku panggil sampai berbusa pun nih mulut gak bakalan denger.”
“Heh?
Eh.. maaf, Lang.” rajuk Dewi meminta maaf ke Gilang. Ia tidak bermaksud mengbaikan
Gilang tapi ia akui jika tadi sempat melamun sedikit. Inet ijin ke toilet sebentar.
Gilang melirik memastikan jika Inet benar-benar sudah pergi. Ia menghela napas
perlahan. Gilang berusaha meyakinkan hatinya. Gilang tahu jika ini bukan waktu
yang tepat dan bukan tempat yang pas, namun jika bukan sekarang kapan lagi dia
bisa senekat ini. Bahkan ia sudah mempersiapkan segala konsekuensinya. Ia sudah
mempersiapkan sebuah tameng yang akan membuatnya tetap tegar.
“Wi,
aku ingin mengatakan sesuatu ke kamu.” ucap Gilang hati-hati.
“Iya
trus? Tadi kan kamu udah bilang di telepon jika kamu ingin ngomong sesuatu ke
aku.” pandangan Dewi masih menunduk.
“Aku
tahu ini salah tapi aku tidak mungkin menyalahkan diriku sendiri, Wi.”
“Maksudnya?”
Dewi bingung sendiri dengan apa yang Gilang katakan.
“Jadi
gini Wi... sebenarnya aku menyukaimu sejak lama.” ucapan Gilang terhenti
sejenak, “Ah tidak. Tepatnya aku sangat mencintaimu, Wi.”
Seperti
tertimpa pohon besar yang tumbang...
seketika Dewi linglung. Ucapan Gilang bagai sekumpulan lebah yang berdengung di
telinga Dewi. Bahkan lidah kelu tak bisa berkata sepatah katapun untuk
menanggapi pernyataan Gilang. Sepasang telinga satu lagi berhasil mendengar
tanpa sengaja sebuah pengakuan cinta itu. Sudut matanya sedikit berair
meninggalkan setitik luka yang belum terlihat dengan jelas.
Bersambung...
#OneDayOnePost
April Cahaya
Pati, 13 Mei 2016
Diterimakah cinta Gilang?
ReplyDeletecinta segitiga
ReplyDeleteKasihan inet..😢😢
ReplyDeleteAkhirnya nembak jg ..
ReplyDeleteDan jawabannya adalah......... eng ing eng. mhihi semoga bukan kalimat jalani aja dulu yang sering gantung
ReplyDeleteWah, wah, gilang.. nembaknya gak liat sikon ya :D he3x..
ReplyDeleteLanjutkan mbak April.
Tuh kaaaaannnn bener...#bakar menyan..😅
ReplyDelete