Sang Figuran




Pernahkan kalian berpikir bagaimana nasib seorang figuran atau pemeran pendukung dalam sebuah kisah romansa percintaan?

Yang aku tanyakan bukan tentang pekerjaan mereka, melainkan nasib mereka dalam kisah itu. 

Adakah  yang memikirkan perasaan mereka saat pemeran utama sudah mendapatkan kebahagiannya?

Ada yang tahukah bahwa mereka menangis dan tersakiti dengan kebahagiaan para tokoh utama?

Apakah ada yang memikirkan bagaimana nasib sang figuran? Sedih atau bahagiakah mereka?


Jawabannya, pasti tidak ada.


Ya tidak ada.

Penonton hanya akan fokus pada nasib tokoh utama. Yah, memang begitulah seharusnya. Dan akan tetap seperti itu.

Seperti saat ini, apa yang aku alami adalah nasib seorang figuran dalam drama kisah cinta Reza dan Rena. Tak akan ada yang pernah berpikir apalagi simpati dengan apa yang aku rasakan saat ini. Perih dan pilu bagai tertusuk ribuan duri bunga mawar. Ini bukan sebuah sinetron ataupun FTV, ini adalah kenyataan yang harus aku hadapi. Kenyataan yang pahit dan amat pahit bagiku. Kenyataan yang menghancurkan semua impianku. Kenyataan yang membuatku terlihatku bodoh. Kenyataan yang tidak sama dengan kisah-kisah novel, telenovela percintaan yang aku tonton. Bukan kenyataan ini yang aku inginkan. Bukan.

Ternyata bukan akulah yang terpilih sebagai pendamping hidupmu. Bukan aku yang akan menghiasi hari-harimu. Bukan aku dan bukan aku. Meski aku telah menjadi sahabatmu lebih dari  20 tahun,tapi tidak akan pernah bosan berada disampingmu, Reza.

Karena kau aku merasakan indahnya dunia, karena kaulah yang mewarnai hari-hariku. Karena kaulah yang menumbuhkan rasa yang bernama cinta di dalam hatiku. Tapi kau hanya menganggapku sekedar teman masa kecilmu, tidak lebih dari itu.

Tapi tak ada yang tahu bagaimana perasaanku, karena aku hanyalah figuran dalam kisah ini. Disaat semua tahu jika Rena menyukai Reza, mereka dengan jelas mendukungnya. Bahkan ada yang sengaja membuat mereka bertemu, hingga mereka berdua sering bersama. Perlahan posisiku yang selalu bersama dengan Reza tergantikan oleh sesosok gadis manis yang tersipu-sipu. Manis sekali bukan. Mungkin itu yang membuat Reza menaruh hati padanya.

Hatiku menangis dan teriris perih, tapi senyum palsu dan tawa yang aku paksakan selalu aku tampilkan disaat bersama sang tokoh utama. Tak adakah yang bertanya padaku, “Apakah kau baik-baik saja, Sasa?”. Yang mereka tahu aku memang baik-baik saja.

Ingin rasanya aku tetap duduk disampingmu saat kekasihmu itu menghampirimu. Ingin rasanya aku tak memberi ruang sedikitpun untuknya. Tapi....... aku tak punya hak akan semua itu. Karena aku bukanlah seseorang yang istimewa di dalam hatimu, Reza.

Kisahku ini bukanlah kisah dua orang sahabat yang diam-diam saling menyukai dan akan menjadikan sahabatnya sebagai kekasihnya. Bukan. Karena nasibku tak sebaik kisah-kisah yang aku dengar dan tak seindah yang aku baca.

Aku bukanlah tokoh utama yang akan berakhir dengan bahagia maupun sedih, aku hanyalah figuran yang tak tahu akan berakhir bahagia maupun sedih. Bahkan disaat seperti ini aku tak tahu harus bahagia ataupun sedih.

Bahagia, karena sekarang ini aku menyaksikan pernikahan sahabatku dengan wanita yang dicintainya. Sedih, karena aku menyaksikan pernikahan laki-laki yang selama ini aku cintai dan berharap aku lah yang bersanding dengannya di pelaminan bukan dengan wanita itu.

Tanpa kusadari bulir air mataku jatuh menetes di pipiku. Aku usap cepat-cepat air mata itu, aku tidak ingin orang lain mengetahui jika aku menangis. Inilah air mata kesedihanku, air mata yang melukiskan betapa sakitnya hatiku saat ini. Apakah aku sanggup saat berjabat tangan denganmu dan mengucapkan “Selamat ya  Rez atas pernikahnmu, semoga langgeng”. Membayangkannya saja aku tak sanggup. Aku takut jika setelah bersalaman aku malah berjongkok disana sambil menangis histeris di depan Reza. Tidak, tidak, aku tidak mau seperti itu.

Apa yang harus aku lakukan?

“Sasa, hey. Kenapa melamun? Ayo kita kesana memberi selamat kepada sang pengantin. Dia sahabatmu kan??,”kata seseorang yang aku kenal sebagai teman Rena.

Aku hanya tersenyum dan mengangguk kearahnya, aku mempersilahkan dia pergi terlebih dahulu.
Saat aku akan melangkahkan kakiku menuju atas pelaminan itu, mendadak kakiku sangat kaku, sungguh tak sanggup. Aku berlari keluar dari gedung pernikahan itu, berlari dan terus berlari hingga menabrak beberapa tamu undangan.

Aku berhenti di sebuah taman di depan gedung pernikahan itu. Air mataku semakin deras mengalir tanpa bisa aku kendalikan. Meratapi malangnya perasaanku yang terabaikan begitu saja tanpa ada seorangpun yang tahu??? Disana mereka berakhir bahagia, tapi aku berakhir dengan kesedihan.
Aku hanyalah seorang figuran yang tak berhak mendapatkan cinta dari tokoh utama.



---



13 comments:

  1. Pengalaman pribadi kah ini say??
    Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Duh bukan mbk, belum pernah ditinggal menikah orang yg aku suka. Hahahaha

      Delete
  2. Bagus banget, mba. Kesedihan sasa sampai di hati. 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi terimakasih Mbak Vinny. Berasa nyeseknya ya..

      Delete
  3. Oke ini..bisa dijadikan perenungan. Begitulah hidup. Ada sedih, ada bahagia. Ada yang disorot, ada yang tersisih. Tinggal bagaimana menjalani, di sisi mana kita bertempat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup bener banget Mbk. Terimakasih sudah berkunjung.

      Delete
  4. keren... di cerita ini mgkn masih jadi figuran atau pun di kisah2 lain, sebelum ia menemukan ceritanya sendiri sebagai pemeran utama... salam kenal...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih sudah berkunjung. Salam kenal juga.

      Delete
  5. Emaaaakkk... hiks hiks hiks
    gue bacanya sambil narik nafas mulu hahaha nyesekseksekkkkkk

    ReplyDelete
  6. Gue bacanya sambil narik nafas mulu. Hahaha

    ReplyDelete
  7. ahhhhh...
    kaprill...
    ini iput rasakan, dia ahad ini nikahan.
    mau ga dtg, dia nyuruh dtg. mau dtg, takut gakuat :`(

    ReplyDelete