Gerimis Pagi - Bab 7


         Gemericik air hujan yang terjatuh dari atas atap menjadi sebuah musik pagi yang indah bagi orang-orang pencinta hujan. Suatu kejadian alam yang selalu menjadi ide istimewa bagi para peracik kata. Hawa dingin sedikit menyeruak masuk melalui celah-celah jendela yang tidak tertutup rapat.

            Sudah hampir dua jam hujan menyapu kota Semarang. Sesekali hujan reda namun tak selang beberapa menit ia turun semakin deras. Suasana seperti ini sangat mendukung mata yang ingin terpejam. Seperti halnya gadis berjilbab merah muda yang duduk dekat dengan jendela. Ruang kelasnya berada di lantai dua fakultas ekonomi. Dosen pun mendadak ijin karena sakit, alhasil jam kosong menyambut mereka.

            “Wi...” panggil Inet.

            Panggilan Inet hanya dibalas dengan deheman pelan oleh Dewi. Satu buah buku mendarat di pipi Dewi. Karena Inet terlalu kesal diabaikan oleh Dewi sedari tadi.

            “Apaan sih Net, ini muka ya bukan meja.” protes Dewi si korban.

            “Trus ini orang ya bukan tembok. Dari tadi ngomong dicuekin mulu. Nah lebih jengkel mana? Kamu atau aku?” Inet menampakkan kekesalannya pada Dewi

            “Ah iya maaf-maaf. Jangan ngambek, hehehe...” Dewi menghela napas perlahan kemudian ia kembali meletakkan kepalanya di atas meja. “Rasanya ini mata pengen merem.”

            “Wi, ada yang kamu pikirkan ya?” tanya Inet penasaran. Posisi Inet sedikit merapat ke Dewi. Dewi menatap Inet dengan gelengan sangat pelan. “Ih bohong kan kamu? Gak apa-apa kali Wi cerita ke aku. Gak bakal bocor.”

            “Dih bukannya gak percaya sama kamu, Net. Tapi... gimana ya.”

          “Jangan sok galau seperti anak muda.” Inet mencibir. Dewi manyun seketika. “Ya sudah, cerita aja kalau mau. Aku selalu untukmu, okey.” Dewi mengangguk dan ia merasa beruntung mempunyai teman sekaligus sahabat seperti Inet. Apapun itu, Inet selalu bisa memahami apa yang Dewi inginkan.

--

Jika dibilang Dewi lebih sering melamun, itu benar. Buktinya sekarang Dewi sedang melamun di teras rumah dengan secangkir teh hangat di depannya. Dewi berusaha mencerna sebuah rasa aneh yang tiba-tiba datang. Getaran ajaib yang tanpa permisi selalu hadir saat dia bersama Dany. Dua hari yang lalu saat dirinya bertemu dengan Dany untuk kesekian kalinya rasa aneh itu merambat perlahan. Layaknya dejavu, pertemuan itu seperti pernah Dewi alami sebelumnya tapi sedikit berbeda.

Hawa dingin angin malam mulai membelai kulit. Dewi mengambil teh hangatnya kemudian menyesapnya perlahan agar lidahnya tidak kaget menerima suhu panas.

“Lagi ngapain tho, Nduk?” tiba-tiba Ibu datang membawa cemilan dan segelas kopi panas.

“Lagi duduk-duduk saja, Bu.”

“Bapakmu belum pulang dari masjid ya?” tanya Ibu seraya duduk di kursi.

“Belum, Bu. Paling Ayah mengajar ngaji dulu.”

Ibu berdehem pelan. Dewi curiga Ibunya akan membicarakan hal serius. Deheman itu selalu Dewi hafal sejak kecil.

“Bentar lagi sudah mau lulus kan, Nduk?” Dewi mengangguk. “Kamu ndak memikirkan tentang menikah? Harusnya sih sudah. Udah punya jodohnya belum?” lanjut pertanyaan Ibu. Kemudian Dewi menggeleng lagi.

Ini yang Dewi benci, pertanyaan yang selalu dia hindari. Pertanyaan paling serem dibanding dengan pertanyaan kapan skripsi selesai. Di kala pikirannya melayang entah kemana, Ibu mengalihkan fokus pikiran Dewi ke hal yang lain.

“Sementara ini belum ada, Bu. Do’ain saja semoga cepat ketemu jodoh, tapi ya yang penting skripsi selesai dulu terus lulus... terus cari kerja.” Tiba-tiba Dewi kepikiran Dany saat Ibunya membicarakan soal jodoh. Dewi menepuk pipinya cepat.

“Kenapa, Nduk?” tanya Ibu curiga akan tingkah Dewi.


“Tidak, Bu. Ini lho nyamuk.” jawab Dewi asal. Tidak mungkin kan Dewi menjawab jika dia sedang memikirkan laki-laki? Bisa-bisa pertanyaan Ibunya akan semakin panjang kali lebar kali tinggi.


Bersambung...



#OneDayOnePost

April Cahaya 
Pati, 10 Mei 2016

16 comments:

  1. Eaaaaa... Dany oh Dany.. Ehmm

    ReplyDelete
  2. Katanya..doa dikabulkan saat turun hujan. mari diaminkan utk Dewi dan Dany bersatu. Aamiin.

    Nah Gilang sama Inet aja.

    ReplyDelete
  3. Ciee, hihihi sana sini ngomongin rasa yang bernama cinta. ehm,

    ReplyDelete
  4. Ciee...cieee...ada Danny rupanya...asyiiikkk...hehe

    ReplyDelete
  5. Jadi volume yaaa, panjang kali lebar kali tinggi, hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mungkin gitu mbak, kebanyakan ntar pusing jawabnya

      Delete
  6. Replies
    1. Bagi April ceritanya selalu tentang cinta...

      Delete
  7. ahaha udah baper di tanyain nikah, ngakak baca kalimat terakhir.. nanti pertanyaan nya jadi panjang lebar kali tinggi..

    ReplyDelete
  8. Aku setuju dewie ma gilang.. Kasian kan gilang dah naksir dewie sejak kecil..😅#ngasal

    ReplyDelete