Apa
sih writers block? Pastinya sudah
tidak asing lagi kan dengan istilah ini di kalangan para penulis? Harusnya sih
iya.
Yup, writers block adalah kata paling mengerikan dibanding dengan kata mantan. Eh. Kita singkat saja menjadi
WB. Tetapi bukan Warner Bross lho ya.
WB ini menjadi momok yang mengerikan jika dia sudah menyerang para penulis. Apa
sih penyebabnya?
Penyebab dari WB bisa jadi banyak
hal. Misalnya saja saat kita para penulis merasa kegiatan sehari-hari telah
menyita banyak waktu sehingga tidak lagi mempunyai waktu untuk menulis. Pada
akhirnya kita terbiasa tidak menulis dan yah... lupa deh caranya menulis. Maka
muncullah istilah writers block yang
ditandai dengan ketik hapus ketik hapus.
Atau juga dengan alasan tidak ada
ide. Hehehe. Banyak banget yang beralasan seperti ini. Padahal ide itu bisa
muncul dari mana saja seperti dari gambar, foto, musik, film bahkan
kejadian-kejadian yang kita alami atau kita lihat setiap hari.
Bisa dibuktikan saat kelas di grup
yang aku ikuti di ODOP Kelas Fiksi. Berkat bantuan Uncle-sensei (panggilan apaan ya
ini? :D) nyatanya kita bisa menemukan berbagai
ide dari satu gambar. Keren kan?
Makanya jangan beralasan tidak ada
ide. Ide itu bisa di mana saja
dan bisa kita temukan dengan mudah.
Oke... kembali ke tujuan awal kenapa
aku menulis ini adalah untuk sedikit berbagi pengalaman tentang keluar dari
zona berbahaya yang disebut writers block.
Dimulai dari awal aku terkena WB ya... Kira-kira ini awal
bulan Februari tahun ini, aku memutuskan untuk mengurangi kegiatan menulisku
karena akan memasuki semester akhir di perkuliahanku. Yah kalian tahu lah apa
yang harus dilakukan oelh mahasiswa semester akhir? Yup, skripsi eh... aku
bukan mengerjakan skripsi sih, tapi karya ilmiah. Masih sejenis laporan ilmiah
lah ya. Terus, semakin hari aku semakin disibukkan dengan tugas-tugas kuliah,
bimbingan, presentasi, penelitian dan lain sebagainya.
Sebenarnya aku masih menulis cerpen atau
artikel ringan sih, tetapi tidak sesering dulu yang setiap hari pasti menulis.
Takutnya jika aku menulis diluar kegiatan menulis karya ilmiah, malah tugasku
itu tidak selesai-selesai. Jadilah aku hanya menulis karya ilmiah saja, tidak
lainnya, apalagi menulis cerita
fiksi.
Berbulan-bulan lamanya hingga aku
sudah menyelesaikan karya ilmiah bahkan UAS, eh yang awalnya aku berpikir
setelah kuliah selesai aku bisa start
nulis lagi, kenyataannya nol besar. I’m
stuck. I can’t do anything. Melototin laptop iya. Ide? Tidak ada yang lewat
satu pun. Parahnya terjadilah ketik
hapus ketik hapus gitu terus sampai dinosaurus hidup lagi.
Pada waktu itu akhir bulan Mei sudah
memasuki bulan Ramadhan. Mungkin karena efek puasa juga, aku ini malas ngapa-ngapain.
Menulis? Sama sekali tidak ada dalam agendaku. Aku sudah berpikir, wah bakalan
didepak dari grup ODOP nih. Blog pun sudah menjamur dan berkerak. Oke, ini
parah kan?
Selain terkena WB muncul lah
penyakit lain yang lebih parah.
Reading Slump.Yaitu keadaan di mana
kita malas untuk membaca. Oke fix, hidupku tidak beguna sama sekali. Udah
terkena WB abis itu terkena RS. Kelar hidup lo, Pril.
Sebulan penuh tanpa baca, tanpa
menulis. Maksudnya tanpa baca buku, hanya membaca Al-Quran dan buku-buku
hadist. Yah setidaknya ini kegiatan yang bermannfaat banget kan ya? Karena aku mengikuti
beberapa kajian dan belajar tafsir Al-Quran.
Nah setelah satu bulan berlalu, aku
memutuskan untuk membasmi semua penyakit jahanam itu. Aku mulai tertarik dengan
dunia para bookstagram. Apa sih bookstagram itu? Itu lho orang-orang
yang suka foto-foto buku dengan sangat cantik terus di upload di instagram dengan caption
review singkat yang bikin kalian-kalian semua tertarik membaca buku itu.
Nah itu namanya para bookstagram.
Aku mulai bergabung dengan grup-grup
mereka di Line. Ngobrol seru bareng mereka, cekrak-cekrek buku terus di upload
di instagram, belajar review buku yang menarik tanpa spoiler
dan mulailah penyakit RS nya hilang. Eits... tapi si WB masih betah bersemayam.
Karena banyak baca, maka timbullah
keinginan menulis lagi. Sumpah, ini dengan paksaan sekuat tenaga badak. Aku
mencoba menulis lagi meski hasilnya amat sangat hancur. Maklum, aku seperti
pertapa yang baru keluar dari goa.
Tulisanku hancur, tapi ini bukan berarti
gagal kan? Oke, coba lagi dan lagi.
Oh ya, temukan orang-orang yang
membuatmu cemburu. Bukan sang mantan yang segera menikah lho ya... Tapi,
orang-orang yang sudah melahirkan karyanya berkali-kali.
Duh,
nih orang kok udah nerbitin buku ya, aku kapan?
Lha si ini kok sudah nerbitin buku
yang kedua? Aku satu aja belum.
Sederet kata-kata itu kan masuk
dalam kategori cemburu. Cemburu yang positif tentunya. Aku mulai berlatih
menulis lagi, yah walaupun ini tak mudah seperti usaha mencari jodoh yang tidak
ketemu-ketemu, seperti itulah perjuangannya. (Halah apaan ini... -_-)
Beruntunglah doaku terkabul, di ODOP
ada program baru. Yup dibagi beberapa kelas yaitu kelas fiksi, non fiksi dan reading chalenge. (eh beneran 3 kelas
kan ya?) Nah tanpa pikir panjang aku mengikuti kelas fiksi dan reading chalenge. Alhamdulillah,
sekarang semua penyakit jahanam itu bisa teratasi. Semoga tidak kumat lagi ya.
Intinya, semua itu tergantung
niatnya. Kalau kita punya niat yang baik dan semangat pantang menyerah, insya Allah usaha kita
tidak akan sia-sia kok. Ada banyak cara untuk menghilangkan WB, mungkin salah
satunya yang kemungkinan berhasilnya paling manjur adalah cara yang kamu
temukan sendiri. Biasanya sih gitu. Hehehe.
Oke, terima kasih banyak buat yang sudah baca
curhatan ini dengan penuh semangat. Aku mohon maaf karena ini juga termasuk
tugas kelas fiksi yang aku kerjakan di hari-hari menjelang deadline setor tugas.
Note: Aku adalah
murid paling malas dan bandel di kelas Fiksi karena ngumpulin tugas selalu
mepet deadline. Wkwkwkw...
Sekian
dan terima kasih, bye bye.
Pati, 31 Juli 2017
April Cahaya
dan saat ini penyakit write block, menyerangkuuu.:(
ReplyDeleteMungkin tips dariku bisa dicoba Mas. 😄
Deleteyaa, dicoba mbak :)
DeleteBaru tahu dari postingan 8Ni soal bookstagram, Pril. Pengen join. Tapi ga punya instagram. Hahah
ReplyDeleteBikin ah...