Alula
Namaku Alula. Awalnya aku hanya gadis SMA biasa berumur 17 tahun yang menjalani kehidupan biasa saja. Hidupku berubah ketika mimpi-mimpi itu menghantuiku hingga ke kehidupan nyata.
Salah satunya adalah saat ini. Aku rela berdiri di depan gerbang sekolah demi menunggu seseorang yang muncul di mimpiku semalam.
"Lo terlambat 15 menit." kataku pada seorang cowok yang baru saja tiba di depanku. Dia memakai hodie merah dengan huruf O besar di bagian depan.
"Besok gue akan datang 15 menit lebih awal." Dia mengacungkan jari telunjuk dari tangan kanan dan 5 jari dari tangan kirinya.
"Gue pegang janji lo. Kalau lo terlambat, lo nggak perlu datengin gue lagi. Deal?" Aku mengulurkan tanganku.
"Deal."
"Oke. Sekarang kita ke mana? Gue harus melakukan apa buat lo?" tanyaku langsung tanpa basa-basi.
Hidupku tidak hanya untuk mengurusi orang-orang tidak jelas seperti cowok ini. Aku harusnya seperti remaja lainnya yang sibuk melakukan apapun yang menurutku menarik.
"Lo punya kertas? Bolpoin?"
Aku memutar bola mataku. Tentu saja aku punya semuanya. "Punya lah. Bentar."
Aku menyobek kertas bagian tengah buku tulisku, dan mengambil satu bolpoin dari tempat pensil.
"Buat apaan sih?" tanyaku tidak sabaran. Cowok itu hanya mengedikkan bahunya dan mulai menuliskan sesuatu.
Jiwa kepoku kumat. Aku sedikit memanjangkan leherku untuk mengintip apa yang dia tulis, tetapi dia buru-buru menutupnya.
"Ini rahasia. Mata lo bintitan kalau ngintip."
Sialan.
Setelah itu aku hanya duduk terdiam menunggunya selesai menulis. Hanya sepuluh menit dia menulis. Sungguh aku tidak tahu apa yang dia katakan di surat itu. Yang jelas menurutku tulisannya jelek, seperti kebanyakan cowok-cowok. Aku sempat melihatnya sedikit tadi.
"Nih. Besok lo kasih surat ini ke temen gue. Namanya Ardan. Dia sekolah di SMA Nusa."
"Hah? Nggak mau ah. Itu sekolah isinya cowok semua." Aku protes. Aku paling malas ke sekolah itu. Kalian tahu kan mulut cowok-cowok itu tidak mau diam jika lihat cewek?
"Gue cuma minta lo kasih surat ini ke temen gue, bukan sok kegenitan dan cari gebetan di sana."
Boleh tidak aku mengumpat ke cowok ini?
"Iya iya mana?" Aku menerima selembar surat itu di tanganku.
"Jangan lo buka. Awas aja."
Sumpah rasanya aku ingin menginjak-nginjak surat ini dan melemparnya ke selokan. "Kalau nggak mau ini surat gue baca, kasih amplop terus lem pakai lem Alteco." Aku berdecak kasar.
"Oh iya, gue lupa kasih amplop. Lo beliin amplop sekalian ya. Oke? Gue pergi."
Sialan tuh cowok.
"Woi, nama lo siapa?" Teriakku pada cowok itu.
"Dasar cewek pikun. Gue udah nyebutin nama gue di mimpi lo. Gue, Orlan."
Setelah itu dia menghilang.
---
"Al, kemarin lo sama siapa? Di depan gerbang sekolah? Cowok lo?"
Aku hampir tersedak minuman saat mendengar pertanyaan Caca.
"Cowok? Siapa?" tanyaku.
"Pikun lo kumat lagi. Kemarin Alula sayang... " Saking gemasnya Caca sampai mencubit pipiku dengan keras.
"Sakit, bego."
"Makanya jangan lupa mulu. Ih."
Aku mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin setelah aku pulang sekolah. Dan... mungkin yang dimaksud Caca adalah Orlan. Tapi, bagaimana Caca bisa...
"Ca gimana lo bisa..." Bel masuk berbunyi begitu nyaring hingga Caca pamit untuk kembali ke kelasnya.
"Gue balik ke kelas dulu. Bye, Alula. Gue tagih jawabannya nanti pas pulang sekolah."
Aku harus kabur nanti sebelum Caca menemukanku. Tapi aku masih penasaran bagaimana dia bisa melihat aku dan Orlan?
---
Asal kalian tahu, aku sudah mempermalukan diriku sendiri di depan gerbang sekolah itu. Berangkat pagi-pagi untuk menemukan cowok yang bernama Ardan. Hanya untuk memberikan surat dari Orlan.
Bisa dibayangkan, aku seperti fans beratnya Ardan yang gila dengan memberikan sepucuk surat cinta. Cuih.
Beruntung aku menemukan Ardan di antara gerombolan cowok yang akan masuk ke gerbang sekolah itu. Gimana caranya aku menemukan Ardan? Hanya asal tebak saja. Dan berhasil. Aku tepat sasaran.
Setelah ini aku hanya perlu konfirmasi pada Orlan jika tugasku selesai. Dan dia tidak ada alasan lagi datang ke mimpiku.
Aku memintanya datang ke kafe dekat sekolah. Aku hanya tidak ingin Caca melihatku bersama cowok ini lagi. Meskipun aku masih saja penasaran bagaimana Caca bisa melihat Orlan.
"Tugas gue udah selesai kan?" tanyaku pada cowok itu. Dia hanya menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil mengangguk pelan.
"Udah. Thanks ya. Tapi... dua hari lagi gue akan datangin lo lagi." ucapnya seraya berdiri.
"Ngapain?"
"Kasih lo hadiah kecil."
"Hah?" Aku hanya melongo menatapnya menghilang setelah pintu kafe tertutup. Mungkin dia adalah salah satu orang aneh yang selalu aku temukan di dunia ini. Ralat. Sebenarnya dia bukan orang lagi. Dia arwah, asal kalian tahu.
Itulah mengapa dia memintaku untuk memberikan semacam surat wasiat pada sahabatnya. Mungkin.
Inilah aku, gadis SMA bernama Alula yang mempunyai kemampuan istimewa sekaligus merepotkan.
#TugasFiksike10
Pati, 13 Agustus 2017
April Cahaya
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Wew.ngeri.
ReplyDeleteBagus April
Makasih mbk Wid. 😊😊
Delete