“Hah...
kenapa pagi-pagi gini harus hujan sih.” Gadis berkerudung abu-abu itu mulai
menggerutu dengan sendirinya. Menatap langit dengan kening berkerut berharap
sang langit mampu membaca hatinya sekarang.
Ini
adalah hal yang sangat dibencinya. Pagi dimana semua orang memulai harinya
dengan semangat tapi semangat itu mulai luntur jika tetesan lembut dari langit
itu mulai turun. Apalagi jika gerimis seperti ini, keadaan yang sangat tanggung
bagi gadis itu.
“Lho
tidak berangkat, Nduk?” tanya seorang wanita yang umurnya hampir setengah abad
itu.
“Bentar,
Bu. Dewi bingung mau pakai jas hujan atau tidak? Kalau pakai ya nanggung kalau
tidak pakai ya takutnya di jalan malah hujan. Aduh. Tuh kan bingung lagi.”
Gadis bernama Dewi itu bingung sendiri menggaruk kepalanya yang tertutup
jilbab.
Ibu
tertawa ringan kemudian duduk di teras memperhatikan anak gadisnya yang
terlihat lucu dengan tingkahnya itu. “Ya dipakai saja, Nduk.”
“Nanti
malu Bu, kalau Dewi yang memakai jas hujan sendiri terus yang lain tidak
gimana?”
“Owalah
ribet amat tho.”
Dewi
terdiam sejenak, berpikir diantara dua pilihan dia memakai jas hujan atau
tidak. “Dewi berangkat, Bu. Tapi tidak memakai jas hujan, sepertinya agak reda
kok hujannya.” Dewi berpamitan kepada Ibunya, sedangkan Ayahnya sudah berangkat
pagi-pagi tadi. Ayah Dewi adalah seorang guru yang masa pensiunnya akan segera
tiba. Damaryono, itu adalah nama Ayah Dewi. Sosok sederhana yang selalu
disegani oleh tetangga sekitar. Beliau menjadi guru sejak masih muda. Pengabdiannya
bertahun-tahun menjadi kebanggan tersendiri bagi Dewi. Ia sangat bersyukur
mempunyai Ayah yang begitu keren, begitulah yang selalu Dewi katakan mengenai
Ayahnya.
“Hati-hati
ya, Nduk. Jalanan pasti licin. Tidak boleh ngebut.”
“Iya,
Bu. Assalamu’alaikum”
“Walaikumsalam.”
Dewi
mulai menyalakan motor maticnya, berjalan pelan dan kemudian mulai menjauh dari
perkarangan rumah. Beruntungnya Dewi tidak mempunyai kelas pagi jadi dia tidak
perlu terburu-buru mengendarai sepeda motornya untuk sampai ke kampus.
--
Cuaca
memang benar-benar tidak bersahabat. Baru setengah perjalanan dengan kejamnya
hujan turun dengan deras. Dewi terpaksa menepi di sebuah ruko yang kebetulan
belum buka. Banyak sekali pengendara sepeda motor yang berhenti di beberapa
toko-toko maupun warung yang berjajar di sepanjang jalan.
Jaket
yang ia kenakan lumayan basah karena hujan itu beraninya datang keroyokan.
“Tuh
kan nyebelin, tadi aja gerimis malu-malu. Lha sekarang beraninya keroyokan.”
Dewi ngedumel sendiri persis gerombolan lebah yang berdengung.
Terdengar
sedikit tawa di samping Dewi. Otomatis kepala Dewi menoleh ke arah suara
cekikikan ringan itu. Seorang laki-laki yang mengenakan jaket kulit berwarna
coklat tua itu terlihat sedikit menutupi mulutnya dan memalingkan wajah.
“Mas,
maaf situ ngetawain apa?” tanya Dewi dengan polosnya. Laki-laki itu menoleh ke
arah Dewi. Sesaat terpaku menatap Dewi tanpa berkedip.
“Subhanallah
cantiknya.” batin laki-laki itu tapi dia buru-buru
mengalihkan pandangannya dari Dewi.
“Eh
anu... bukan Mbak. Abis mbaknya lucu, ngedumel sendiri.”
“Heh?”
raut muka Dewi semakin bingung ditambah tampang bego Dewi kelihatan sekali.
“Hahaha,
gak deh. Lupakan saja. Mending tunggu hujannya agak reda, terlalu deras jika
harus melanjutkan perjalanan. Bisa bahaya nanti, jarak pandang juga tidak
sampai lima meter.” ucap laki-laki itu yang ditanggapi Dewi dengan anggukan.
“Nyebelin
deh, padahal tadi aku sudah mengalami pergolakan batin antara memakai jas hujan
atau tidak. Nah disaat aku sudah memutuskan tidak memakainya eh malah hujan
deres. Ya sudahlah.” kata Dewi dengan mimik wajah kecewa. Lagi, laki-laki itu
menahan tawa karena tingkah dan ucapan Dewi yang dianggapnya lucu.
“Ini sih rejeki bisa
berteduh dengan cewek cantik di emperan toko saat hujan deras. Astagfirullah...
mikir apa tho kamu Dany.” Dany menggeleng pelan kemudian
memilih menatap air hujan dan menikmati gemericik suaranya.
--
Bersambung....
#OneDayOnePost
April Cahaya
Pati, 02 Mei 2016
Wah mbk Wie jadi tokohnya...
ReplyDeletekalau aku mbk??
Belum masuk jdi dftar tokohku Net. Hehehee
DeleteSepertinya aku jadi tokoh penjahat
ReplyDeleteAda Bang namamu tapi gak jahat-jahat amat kok
DeleteAku cuma memandang dari seberang jalan lho..
ReplyDeleteApril betul2 keren di bulan Mei..
Seberang mana Pak?? :D
DeleteDany dan Dewi. Double D.
ReplyDeleteYup..
DeleteAku daftar dong..jadi pemilik Ruko aja gak apa-apa.
ReplyDeleteAku suka ceritanya eh tulisannya mba, kereen.
Duh mbak Na... tokohku cuma dikit nih lain kali saja y
DeleteSudah ada Cinta hadir di Hati Dany... Akankah Dewi pun begitu? He..
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya mba April
Sebenarnya ini terisnpirasi namamu lhoh Mas.. hahaha
DeletePenasaran
ReplyDeleteDitunggu aja mbak Wid...
DeleteTulisan April selalu keren, sukaaaa deh
ReplyDeleteAhh biasa aja mbak...
DeleteSuka dumel ya kalau ada ujan, hahaha
ReplyDeleteIya itu si Dewi mbak bukan saya... hehehe
DeleteApril ini penulis profesional, menyamar jd siswa ODOP.
ReplyDeleteBab 1 aja udah menunjukkan bagusnya novel ini.
Mbak dewie kalu sempat baca ini pemeran utama namanya sama hehe
ReplyDeleteNamaku mana mbak april???😂😂😂😂
ReplyDelete