Gerimis Pagi - Bab 11


        “Ada satu hal yang aku benci dan tidak ingin aku alami. Tapi sayangnya sekarang aku merasakan hal itu.” ucap Dewi dikala ia dan Inet berada di perpustakaan kampus. Inet melirik Dewi sekilas kemudian melanjutkan bacaannya lagi.

            “Aku benci dicuekin sahabat sendiri, rasanya lebih menyakitkan dibanding patah hati.” lanjut Dewi. Ia berharap Inet mau memaafkan kesalahan yang tak sempat ia sadari. Kesalahan yang membuat Inet sedikit menjauh darinya.

            “Yang bilang aku cuekin kamu siapa?”

         “Berubahan sikap kamu yang mengatakan.” jawab Dewi jelas. Skakmat untuk Inet. Itu memang benar adanya, ia mengakui jika dirinya sedikit menjauhi Dewi entah karena apa.

            “Oke maaf.”

            “Karena apa?” tanya Dewi semakin penasaran.

            “Entahlah.” jawab Inet singkat tanpa kejelasan. Dewi hanya bisa menghela napas dan kembali pada buku yang sempat diabaikannya. Ia tahu jika Inet sudah berkata entahlah artinya temannya itu tidak ingin membahasnya lebih lanjut.

            Ingin sekali Dewi mencurahkan segala keluh kesahnya ke Inet saat ini juga namun ia rasa ini bukan waktu yang tepat. Membutuhkan waktu yang pas saat keadaan mood Inet benar-benar baik. Ia hanya membutuhkan petuah-petuah manjur dari sahabat satu-satunya itu.
--

            Harusnya Dewi sudah pulang ke rumah dari satu jam yang lalu tapi saat keluar dari kampus adzan Ashar telah berkumandang di masjid. Karena Dewi terlanjur keluar dari lingkungan kampus ia harus mencari tempat ibadah yang tidak jauh dari jangkauan. Masih sempat jika ia sholat di rumah tapi alangkah baiknya tidak menunda-nunda waktu sholat.

            Tempat favorit yang selalu menjadi tujuan Dewi melepas segala beban masalahnya. Masjid adalah salah satu tempat paling nyaman yang selalu ia kunjungi. Semilir angin sore yang masih menyisakan sedikit panas itu mengibarkan jilbab Dewi yang baru saja keluar dari masjid.

Dewi duduk bersandar di tiang masjid yang kokoh itu. Kepalanya terasa berat seperti tertimpa berton-ton batu. Masalah yang satu belum selesai dan masalah lain akan muncul. Begitu seterusnya layaknya yang ia alami sekarang.

            “Assalamu’alaikum, Dewi...” sapa seseorang yang telah Dewi duga itu adalah suara seorang laki-laki. Bahkan telinga Dewi tak asing lagi dengan suara itu.

            Dewi menoleh perlahan mungkin layaknya slow motion di film-film. Ia mendapati senyum indah seorang laki-laki yang masuk list permasalahan Dewi akhir-akhir ini. Buru-buru ia mengalihkan pandangannya, ia tidak mau tenggelam dalam perasaan aneh lagi.

            “Walaikumsalam, Dany.”

            Dany duduk agak jauh dari Dewi terhalang oleh satu tiang masjid. Diam, tak ada pembicaraan lagi diantara mereka. Banyak yang ingin ia tanyakan tapi canggung.

            “Tumben tidak sama Inet?” Dany akhirnya membuka topik pembicaraan. Ia juga tidak tahu harus menanyakan apa pada Dewi.

            “Oh... Inet pulang duluan. Ehm... Dany ada perlu ya di daerah ini?” tanya Dewi agak ragu menanyakan keperluan Dany.

            Dany tersenyum sekilas, “Aku mau ketemu Ketua Rohismu. Ada beberapa keperluan yang harus kami bicarakan. Kami pihak sekolah berencana mengundang kalian lagi untuk acara-acara di bulan Ramadhan nantinya. Sudah ada beberapa planning tinggal merealisasikannya saja. Semoga sesuai dengan rencana.” tutur Dany dengan jelas. Dewi mengangguk-angguk mengerti.

            “Aku harap nanti bisa ikut berpartisipasi juga.”                         

            “Harus lah, Wi. Eh? Hehehehe... kan kamu juga anggota rohis.” Dany terlihat kikuk sendiri.

            Dewi melirik jam tangannya, sudah waktunya ia harus pulang. Ia merapikan tas dan memakai jaketnya. “Sepertinya aku harus pulang duluan, Dan. Dimana tempat janjianmu dengan Ketua Rohis?”

            “Kami janjian di sini, mungkin bentar lagi dia akan datang.”

            “Oh, okey aku duluan ya. Assalamu’alaikum.” pamit Dewi kemudian.


            “Walaikumsalam.” Senyum itu terukir lagi di bibir Dany. Sebuah senyuman yang memiliki arti tersendiri bagi pemiliknya.


Bersambung...



#OneDayOnePost


April Cahaya
Pati, 18 Mei 2016

12 comments: