Gerimis Pagi- Bab 14


        Rintik hujan pagi itu semakin deras, hawa dingin masuk melalui celah-celah cendela. Dewi duduk di dekat jendela memandang keluar dan pikirannya melayang entah kemana. Dia tidak pernah membayangkan hidupnya serumit ini.

            Memang benar jika jodoh itu sudah ditentukan oleh Allah, tapi jalan menemukan jodoh itulah yang sangat sulit. Bermacam-macam masalah akan mewarnai setiap jengkal perjalanan seseorang. Berhasil tidaknya seseorang itu tergantung bagaimana menghadapi masalah yang datang.

         “Hari ini tidak kuliah, Nduk?” tiba-tiba Ibu sudah memasuki kamar Dewi. Dewi menoleh sekilas kemudian menggeleng. “Berarti kamu di rumah kan? Biar nanti Heru ke sini.”

            Dewi mengkerutkan keningnya, “Kenapa Mas Heru harus ke sini?”

           “Biar kalian lebih akrab jika sering ketemu.”

         “Tidak, Dewi mau pergi ke rumah Inet.” ucap Dewi kemudian ia berjalan menuju kamar mandi.

--

            “Hallo, Assalamu'alaikum. Inet, aku ke rumahmu ya sekarang. Gak ada acara kan? Oke, aku akan ke sana.” Dewi mengakhiri obrolan teleponnya kemudian bergegas mengendarai motornya.

            Perjalanan ke rumah Inet tidaklah jauh, hanya membutuhkan waktu lima belas menit dari rumah Dewi. Mungkin ini saatnya Dewi bisa mengatakan semuanya pada Inet. Tentang kesalahpahaman dan permasalahan yang ia hadapi sekarang.

            “Ada sesuatu yang ingin aku ceritain ke kamu, Net. Ini tentang...” Dewi menggantung kalimatnya, ia melirik sekilas Inet yang masih asyik dengan bukunya. Kenapa ia menjadi korban kacang si Inet lagi. Dewi benar-benar tidak tahan jika selamanya Inet bersikap seperti ini.

            “Perhatiin aku bentar aja deh Net. Aku ke sini juga bukan mau dicuekin sama kamu. Aku mau cerita sesuatu yang penting, karena kamu adalah seseorang yang aku anggap lebih dari sekedar teman makanya aku rasa kamu perlu tahu semuanya.” tutur Dewi.

            Inet menutup bukunya, meletakkannya di meja kemudian memandang Dewi dengan serius. “Aku juga punya sesuatu yang harus aku ceritakan ke kamu, Wi. Sorry, jika aku cuekin kamu selama ini karena..”

            “Karena?” tanya Dewi seketika saat Inet menghentikan kata-katanya.

          “Karena.. hem, ini tentang Gilang.” Mereka berdua diam, tidak ada yang memulai pembicaraan lagi. Dewi yang sedikit kaget dan baru menyadari jika Inet benar-benar cemburu padanya. Sedangkan Inet ia bingung sendiri, kata-kata apa lagi yang akan dia sampaikan ke Dewi lagi.

            Dewi akhirnya tersenyum dan memeluk Inet. “Gak sampai segitunya juga kali, Net. Kamu harusnya bilang dari awal. Atau emang akunya yang gak peka ya? Hahaha.”

            Inet meninju pelan lengan Dewi, hingga mereka berdua tertawa bersama. Inet memandang wajah Dewi, mencoba menemukan masalah yang ia sembunyikan.

            “Jadi sekarang apa masalahmu, Wi? Oh ya aku mau nanya, siapa tamu kamu waktu itu?” tanya Inet. Dewi kembali melirik Inet dengan ragu. Saat ini Dewi benar-benar ingin curhat ke Inet, setidaknya beban itu sedikit berkurang.

            “Dia adalah orang yang dijodohkan denganku. Ia adalah anak Kepala Sekolah dimana Ayah mengajar. Aku rasa Ayah dan Ibu setuju-setuju saja. Terlebih mengenai statusnya yang sudah mapan tidak ada lagi yang diragukan. Dia juga orangnya sholeh, dan Ibu teramat antusias menjodohkanku dengan Mas Heru.” Jelas Dewi panjang lebar.

            “Klo seperti itu kenapa tidak?”

           “Masalahnya aku belum kepikiran sedikitpun untuk menikah, Net. Ada banyak hal yang masih ingin aku lakukan. Aku ingin menggapai impianku dulu.”

            Itulah keinginan Dewi, tidak muluk-muluk sebenarnya. Ia hanya ingin bisa bekerja dan membantu orang tuanya. Ia juga bukan wanita yang gila akan jabatan atau karir, dia hanya ingin ekonomi keluarganya cukup terbantu olehnya mengingat ia tidak mempunyai saudara satu pun.

            “Dan... asal kamu tahu, Net. Aku rasa aku tertarik dengan orang lain.”


         Inet menunggu kata-kata Dewi selanjutnya namun Dewi masih saja diam menunduk. Ia memilin ujung jilbabnya pelan. “Biar kutebak. Dia... Dany kan?”


Bersambung....





#OneDayOnePost

April Cahaya
Pati, 23 Mei 2016

9 comments: