Gerimis Pagi - Bab 15


            Dewi memilih menginap di rumah Inet. Ini bukan kabur dari rumah, hanya pelarian sementara untuk menghindari topik pembicaraan Ibunya yang selalu tentang Heru. Bahkan sejam yang lalu Ibunya baru saja menelepon jika Heru telah berkunjung di rumahnya. Tapi Dewi sungguh tidak peduli dengan hal itu.

            Awalnya cuma mengabari Ibu dan Ayah untuk ijin menginap di rumah Inet, tapi ujung-ujungnya Ibu menceritakan segala hal tentang Heru. Muak? Sedikit.

            “Udah ijin sama Ibu?” tanya Inet begitu masuk ke kamarnya.

          Dewi mengangguk lemas, “Dan Ibu malah bercerita panjang lebar tentang Mas Heru. Aku malas dengernya.”

            Inet hanya tertawa mengejek kemudian berbaring di tempat tidur sedangkan Dewi masih betah duduk memeluk lututnya di karpet bawah.

            “Net, aku penasaran sejak kapan kamu tertarik dengan Gilang.” pertanyaan Dewi membuat Inet seketika bangun dari tidurnya. Ia memilih duduk bersandar dengan bantalnya. Inet hanya tersenyum tidak jelas kemudian menggeleng. Dewi kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

            “Sepertinya aku juga bersikap sepertimu jika kamu gantian yang bertanya seperti itu ke aku. Hahahaha. Aneh. Kenapa kita bisa samaan ngalamin hal seperti ini ya? Berasa masih puber aja.” Dewi kembali tertawa karena ia menganggap semuanya ini terlalu lucu.

            Inet juga tahu perasaan seperti ini tidak boleh terjadi pada mereka, tapi hati manusia siapa yang tahu? Sekeras apapun menghindar  pasti akan terkena juga. Jadi percuma jika itu memang sudah takdirnya namun sebagai pemilik rasa tidak boleh terlalu berlebihan hingga melanggar aturan-aturan-Nya. Karena jodoh itu sudah diatur oleh Allah.

            Usul Inet memang benar jika Dewi harus tahu kepastiannya, jika Dany serius pasti akan datang melamarnya. Tapi mungkin ini terlalu jauh jika harus menuju ke arah pernikahan. Mereka belum lama kenal, apakah mungkin jika terjalin hubungan yang lebih serius? Hanya Allah yang tahu.

            “Udah ah jangan kebanyakan galau, tambah keriput nanti.”

            “Ih gak, aku gak keriput. Kamu aja yang keriput, Net. Aku mah awet muda aja.” kata Dewi bersiap akan tidur. Matanya enggan terpejam tapi jika tidak tidur ia akan bersiap-siap kesiangan dan hari esok akan kacau.

--

            Dany mengetuk-ngetukkan bolpoinnya di atas meja. Suasana kelas sedang hening karena murid-muridnya sedang serius mengerjakan soal latihan. Sebentar lagi akan dilaksanakan UKK, jadi murid-murid harus lebih rajin belajar dan latihan soal jika tidak ingin tinggal kelas.

            Pikiran Dany masih melayang entah kemana. Baru kali ini ia kepikiran hal-hal di luar urusan pekerjaan. Apalagi ini menyangkut seorang gadis.

            “Astagfirullah...” ucapnya pelan. Dany memijit keningnya pelan, mencoba memfokuskan pikirannya hanya pada perkerjaan.

            Bel istirahat berbunyi siswa-siswi mulai bubar kabur ke segala penjuru begitu Dany mengakhiri kelasnya. Ia berjalan menuju kantin, ia butuh air mineral dingin yang bisa menetralkan pikiran kacaunya.

            Dany melihat Pak Parto guru Fisika yang sudah berumur hampir setengah abad itu sedang menikmati kopinya di sudut meja kantin. Beliau memang sosok yang bersahaja dan suka berbaur dengan murid-muridnya tanpa canggung. Kata beliau ia lebih suka mengamati murid-muridnya dari dekat daripada melihatnya dari kejauhan. Unik memang.

            “Boleh saya duduk di sini, Pak?” ijin Dany begitu mendekati tempat dimana Pak Parto sedang bersantai.

            “Oh Pak Dany, boleh. Monggo, Pak.” jawab Pak Parto ramah.

        Dany dan Pak Parto sama-sama diam. Pak Parto yang asyik menikmati kopinya sambil memperhatikan berbagai tingkah anak didiknya yang lagi bersendau gurau dengan teman-temannya. Kemudian beliau meilirik Dany yang terlihat gusar.

            “Ada apa Pak Dany? Kok saya lihat Anda sedang gelisah. Ada masalah ya? Kalau ada cepat diselesaikan jangan disimpan dan dibiarkan begitu saja. Masalah jika tidak segera ditangani itu akan menimbulkan masalah yang lain muncul. Jadi repot kan?” ucap beliau dengan senyum ramahnya. Dany membalasnya dengan senyuman dan anggukan.

            Benar adanya kata Pak Parto, tidak mungkin dia hanya menyimpannya sendiri tanpa ada penyelesaian yang jelas. Ia terlihat seperti pecundang jika tak berani menghadapinya. Mungkin ini adalah keputusan yang tepat untuk membuktikan ketulusan dan keseriusannya.


--


Bersambung...




#OneDayOnePost


April Cahaya
Pati, 23 Mei 2016

6 comments: