Suasana
kafe lumayan ramai sore itu, maklum weekend. Banyak pasangan muda-mudi yang
jalan berdua. Jika mengingat masa lalu Dewi juga pernah melakukannya. Dewi juga
pernah pacaran jauh sebelum dia tahu pacaran itu hal yang sia-sia dan tidak ada
dalam agamanya. Banyak yang bilang asal masih dalam batas sewajarnya pacaran
sah-sah saja tapi kebanyakan pacaran itu tidak wajar. Coba pikirkan apakah
wajar jika belum sah sudah pegangan tangan?
Dewi menghela napas perlahan,
teringat sekilas bayangan masa lalu bersama sang mantan. Jika dulu Dewi
menangis tersedu karena dia pergi begitu saja namun saat ini Dewi sudah ikhlas
lahir batin melepaskan dia yang tak pernah berjuang untuk Dewi. Mungkin inilah
takdir terbaik untukknya.
Terdengar kursi di depan Dewi
digeser oleh seseorang. Lamunan Dewi buyar begitu saja.
“Sorry lama, Wi.”
“Mana mbak Lisa?” tanya Dewi tak
sabar.
“Bentar lagi juga sampai. Iya deh
iya... aku tahu kamu tidak mau berduaan denganku. Takut dosa.” kata Gilang
mencibir Dewi.
“Nah itu tahu. Jangan bedua-duan
nanti yang ketiga setan.” ucap Dewi sambil mengaduk-aduk Smoothies Strawberry
miliknya.
“Wah wah.. berarti Mbak Lisa setan
dong. Dia kan jadi pihak ketiga nantinya diantara kita. Kurang ajar banget
kamu, Wi. Aku aduin ke Mbak Lisa ntar.”
“Monggo wae, Mas."
Tak lama setelah perdebatan tidak
penting antara Dewi dan Gilang, Mbak Lisa muncul dan segera duduk diantara
mereka.
“Wih seru amat temu kangennya.” ucap
Mbak Lisa yang baru saja tiba.
“Tidak juga, Mbak. Aku tidak kangen
sama makhluk ini.” ucap Dewi sinis. Mbak Lisa dan Gilang tertawa bersamaan.
Dewi dan Gilang, mereka sudah akrab
dari lahir. Mereka bertetangga dan selalu sekelas sampai SMP. Hingga suatu hari keluarga Gilang
pindah ke Jakarta. Terpaksa Gilang berpisah dengan teman kecilnya, Dewi. Sudah
hampir tiga tahun Dewi tidak bertemu dengan Gilang. Jarak Semarang-Jakarta saja
sudah jauh apalagi Semarang-Singapore. Benar, Gilang melanjutkan studinya
setelah lulus SMA ke Singapore. Bocah jenius itu mendapatkan beasiswa di sana
hingga membuat Dewi iri dengannya dikala mendengar cerita dari Ayah dan Ibu.
--
Motor Ayah Damar mogok pagi-pagi dan
Dewi dengan ikhlas meminjamkan motornya untuk dibawa Ayah. Rasanya tak tega melihat
tubuh yang sudah lewat setengah abad itu harus jalan kaki atau pakai sepeda tua
kesanyangannya. Dewi rela jika nantinya harus naik angkot dan tidak memakai
motor kesayangannya hari ini.
Dewi sengaja berangkat lebih pagi
dari biasanya karena jalan kaki menuju jalan raya juga membutuhkan waktu. Jarak
rumah dengan jalan raya sekitar 50 meter. Dan faktor berikutnya yang
mengharuskan Dewi lebih pagi adalah momen menunggu angkot lewat. Itu hal yang
paling menyebalkan bagi Dewi. Bisa hampir 10 menit jika sang angkot tak kunjung
datang, bahkan Dewi pernah telat masuk kelas.
Setetes air mengenai hidung Dewi, ia
menatap langit. Tetesan lembut itu semakin banyak membasahi wajahnya. Gerimis
pagi. Ini hal yang paling Dewi benci dan dia tidak membawa payung. Tiba-tiba
sebuah motor berhenti tepat di samping Dewi...
“Lho, Mbak yang kemarin kan?” tanya
laki-laki itu memastikan. Tampang Dewi terlihat aneh, dia sedikit kaget
tiba-tiba ditanya seperti itu oleh orang yang belum dia kenal.
“Siapa ya?” tanya Dewi balik.
Gerimis kecil masih menemani pagi itu.
“Yang tak sengaja bertemu saat
berteduh.” Laki-laki itu mencoba mengingatkan pertemuan mereka pada Dewi tapi
Dewi masih tampak berpikir lama.
“Gerimisnya
lumayan, Mbak. Ini pakai payung saya saja dulu, sepertinya angkotnya agak
lama.”
“Oh terimakasih.”
“Yaudah saya pergi dulu,
assalamu’alaikum.”
“Walaikumsalam.” beberapa detik
kemudian... “Nah lho. Eh Mas? Ini payungnya kok dikasih ke aku?” Dewi bingung
sendiri dengan tingkahnya. Kenapa bisa dia tadi menerima payung dari laki-laki
yang belum dia kenal begitu saja? Aneh.
Bersambung...
#OneDayOnePost
April Cahaya
Pati, 04 Mei 216
Aih, namaku ikut dalam tokoh, senangnya...
ReplyDeleteHihihi maaf Mbak gak ijin dulu
DeleteCoo cuiitt..payungnya berubah warna jd merah jambu tuh mba. hehehe.😀😀😍
ReplyDeleteWehehehe
DeleteUntung ga nawarin buat boncengin... Bisa kena semprot dewi, hhaaa
ReplyDeleteWarning!!! Dewi galak... hahaha
DeleteKebetulan banget si cowok bawa payung pas naik motor, gak jas hujan, hehehe...
ReplyDeleteKebetulan di tasnya ada payung Net, mau dipaparkan dalam teks namun terlanjur publish yasudah
DeleteWaah aku jadi teman kecil teh dew
ReplyDeleteWEhehehe iya tuh Bang
DeleteWeh...nama tokohnya anak-anak ODOP juga. Minta royalti gak tuh...hehe
ReplyDeleteWaduh royalti darimana ini mbak Denik,, jdi sedih
DeleteSemoga sy juga dijadiin tokoh.. (Ngarep).. He...
ReplyDeleteNovelnya keknya akan sering cerita hujan klu dilihat dri judulny.. Hmnn
Ditunggu cerita selanjutnya..
Wahh Mas Rahim tidak sadar jika tokoh Dany adalah dirimu. Hahaha
Deletewah tokohnya anak odop semua
ReplyDeleteparagraf pembuka ngena banget..
suka
Makasih mbk Wid... ^^
DeleteModus kale ,,, pakai kasihkan Payung.
ReplyDeleteHeheee
Lumayan lah dapet payung gratis..#ehhh...😅😅😅😅
ReplyDelete