Dewi meneguk minuman yang sempat dibelinya dari toko
terdekat. Ia masih menunggu angkot lewat, sama seperti hari kemarin ternyata
motor Ayahnya belum selesai diperbaiki. Namun pagi ini cuaca sangat cerah, sang
mentari tidak malu-mulu menunjukkan sinarnya.
Mustahil jika saat ini Dewi bertemu dengan laki-laki yang
bernama Dany itu. Dia selalu muncul di kala hujan turun, mungkinkah dia dewa
hujan? Tidak. Di jaman serba modern seperti ini mana ada hal mitos seperti
itu.Sebuah angkot berhenti tepat di depan Dewi, tak membutuhkan waktu lama Dewi
segera masuk ke dalam angkot. “Turun di UNDIP ya, Pak.” kata Dewi kemudian.
Usinya kini sudah menginjak 21 tahun. Sebentar lagi dia
akan berhadapan dengan makanan yang menjadi momok seorang mahasiswa tingkat
akhir. Skripsi harus menjadi prioritas Dewi selanjutnya. Tahun depan dia
harus lulus dan segera mencari pekerjaan untuk membantu orang tuanya. Ayah akan
pensiun tahun depan itu artinya yang selama ini menjadi tulang punggung
keluarga akan digantikan oleh Dewi. Tapi... Ayah tak akan setega itu
melimpahkan semua tanggung jawabnya begitu saja ke putri satu-satunya.
Sekilas Dewi
memikirkan bagaimana masa depannya nanti. Semua orang memang tidak akan tahu bagaimana nasib mereka
di masa depan. Jika ia tahu maka dia seorang peramal namun seorang peramal pun
belum tentu tepat menebak nasib seseorang bahkan untuk dirinya sendiri. Karena
pemilik segalanya dan penentu takdir semua umat manusia yang akan
memutuskannya. Bukan manusia, makhluk lemah yang hidup sementara.
--
Gedung perpustakaan menjadi lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena banyak mahasiswa mencari materi tambahan
untuk menghadapi UAS nanti.
Memang UTS baru saja terlewati tapi bukan berarti mereka bersantai ria. Ada
yang lebih penting daripada bergosip tentang artis-artis ibu kota yang belum
tentu mengenal kita.
Inet terlihat celingak-celinguk mencari Dewi di segala
sudut ruangan.
“Wi, serius amat baca korannya.” kata Inet mengagetkan
Dewi yang sedang fokus dengan koran yang ada di tangannya.
“Aku heran, Net.” ucap Dewi membuat alis Inet bertaut.
“Akhir-akhir ini banyak sekali kasus-kasus yang menjadi
perhatian media massa. Mulai yang penting sampai tidak penting banget.” ucap
Dewi benar-benar serius. “Apalagi anak-anak yang super kreatif sekarang
sangatlah peka. Kamu pernah lihat meme di semua
jenis media sosial
kan? Nah seperti itu, mereka dengan mudah
membuat guyonan sebuah kasus serius. Bahkan menurutku itu seperti pembullyan
medsos. Dampaknya bisa sangat buruk.” lanjut Dewi.
Inet manggut-manggut mendengar penuturan Dewi. Ia agak
heran bisa mempunyai teman super unik ini. Selain dengan tingkah konyolnya Dewi
juga mempunyai sifat yang kritis.
“Karena tidak ada pembekalan ilmu agama yang cukup
hingga sikap generasi bangsa banyak yang menyimpang. Udah ah jangan ngomongin
hal-hal itu.. bikin pusing.”
Inet membuka beberapa buku yang dia bawa. “Oh ya Wi, mau nonton di bioskop?
Lagi rame nih. Nonton AADC 2 atau Civil War?”
“Gak minat dua-duanya.” jawab Dewi singkat. Inet memilih
diam dan melanjutkan bacaannya dibanding memberi pertanyaan satu kali lagi pada
Dewi.
--
Kegiatan rohis kampus kali ini adalah mengisi sebuah
acara di salah satu SMA. Pagi itu kebetulan Dewi dan Inet tidak ada kelas
mereka mendapat tugas dari ketua rohis untuk berkunjung ke SMA yang dimaksud.
Hanya sekedar survei lokasi dan tempat acara akan digelar. Acara sederhana
untuk memperingati Isra’ Mi’raj besok Jum’at.
Pihak sekolah dengan senang hati mengundang
mahasiswa-mahasiswi rohis dari kampus yang sangat terkenal di kota itu. Undangan itu pun diterima anggota
rohis dengan gembira. Dewi dan Inet memastikan jika rencana yang akan mereka
lakukan berjalan dengan sempurna. Apalagi kerjasama dengan panitia acara bisa
diatur sebaik mungkin.
Dewi dan Inet di sambut ramah oleh pihak sekolah.
Anak-anak yang tergabung dalam panitia pun juga sangat baik. Antusiasme mereka
sangat terlihat saat mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan bagian mereka.
“Kak Dewi, sini deh aku bisikin.” kata seorang murid
bernama Nana melambaikan tangannya ke arah Dewi.
“Ada apa, Na? Kok sampai bisik-bisik segala.” Dewi
mendekati Nana yang duduk bersila di lantai bersama teman-temannya.
“Tahu gak Kak?” alis Dewi bertaut dia malah dibuat penasaran dengan anak imut ini. “Guru kita eh.. tepatnya Ketua Panitia ini juga, itu cakep lho Kak. Sepertinya dia masih jomblo. Dia sering digodain sama murid-muridnya lho.” ucap Nana antusias.
“Lha ya gak boleh seperti itu Nana, gak sopan.”
“Hahahaha beliau gak masalah sepertinya Kak. Orangnya
asyik kok diajak bercanda, aku suka. Suka jadi murid beliau maksudnya.
Hihihihi.” Nana nyengir dengan tampang ayunya.
“Kamu bisa aja deh Na.”
Tiba-tiba Nana berdiri dengan cepat dan menarik Dewi
juga.
“Kak Dewi, itu orangnya yang aku maksud..” Dewi menunjuk
ke arah pintu masuk aula.
Dewi membelalakkan matanya lebar-lebar.
“Mana mungkin dia
ada di sini? Jadi dia adalah seorang guru?”
Bersambung...
#OneDayOnePost
April Cahaya 07
Mei 2016
Asyiiikk..ada yang namanya Na disini.
ReplyDelete*mataku berkaca-kaca. trus Husnudzon..itu pasti saya. ahhaaha
"kak Dewi cocok sama guruku. Kalau gak mau, yaa udah..biar aku yang maju" :D
Nah itu namanya mbk Na udah diselipin.. hihihi
DeleteHehehe..akhirnya. :) hehehe
DeleteDany jadi guru yaaa
ReplyDeletePenasaran sama ekspresi pak gurunya yang melihat dewi huhuhu
ReplyDeleteJedeng deng deng.....(ne back soundnya mbak..😃😃😃)
ReplyDelete