Gerimis Pagi - Bab 5


Dewi meneguk minuman yang sempat dibelinya dari toko terdekat. Ia masih menunggu angkot lewat, sama seperti hari kemarin ternyata motor Ayahnya belum selesai diperbaiki. Namun pagi ini cuaca sangat cerah, sang mentari tidak malu-mulu menunjukkan sinarnya.

Mustahil jika saat ini Dewi bertemu dengan laki-laki yang bernama Dany itu. Dia selalu muncul di kala hujan turun, mungkinkah dia dewa hujan? Tidak. Di jaman serba modern seperti ini mana ada hal mitos seperti itu.Sebuah angkot berhenti tepat di depan Dewi, tak membutuhkan waktu lama Dewi segera masuk ke dalam angkot. “Turun di UNDIP ya, Pak.” kata Dewi kemudian.

Usinya kini sudah menginjak 21 tahun. Sebentar lagi dia akan berhadapan dengan makanan yang menjadi momok seorang mahasiswa tingkat akhir. Skripsi harus menjadi prioritas Dewi  selanjutnya. Tahun depan dia harus lulus dan segera mencari pekerjaan untuk membantu orang tuanya. Ayah akan pensiun tahun depan itu artinya yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga akan digantikan oleh Dewi. Tapi... Ayah tak akan setega itu melimpahkan semua tanggung jawabnya begitu saja ke putri satu-satunya.

Sekilas Dewi memikirkan bagaimana masa depannya nanti. Semua orang memang tidak akan tahu bagaimana nasib mereka di masa depan. Jika ia tahu maka dia seorang peramal namun seorang peramal pun belum tentu tepat menebak nasib seseorang bahkan untuk dirinya sendiri. Karena pemilik segalanya dan penentu takdir semua umat manusia yang akan memutuskannya. Bukan manusia, makhluk lemah yang hidup sementara.

--

            Gedung perpustakaan menjadi lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena banyak mahasiswa mencari materi tambahan untuk menghadapi UAS nanti. Memang UTS baru saja terlewati tapi bukan berarti mereka bersantai ria. Ada yang lebih penting daripada bergosip tentang artis-artis ibu kota yang belum tentu mengenal kita.

            Inet terlihat celingak-celinguk mencari Dewi di segala sudut ruangan. 

          “Wi, serius amat baca korannya.” kata Inet mengagetkan Dewi yang sedang fokus dengan koran yang ada di tangannya.

            “Aku heran, Net.” ucap Dewi membuat alis Inet bertaut.

            “Akhir-akhir ini banyak sekali kasus-kasus yang menjadi perhatian media massa. Mulai yang penting sampai tidak penting banget.” ucap Dewi benar-benar serius. “Apalagi anak-anak yang super kreatif sekarang sangatlah peka. Kamu pernah lihat meme di semua jenis media sosial kan? Nah seperti itu, mereka dengan mudah membuat guyonan sebuah kasus serius. Bahkan menurutku itu seperti pembullyan medsos. Dampaknya bisa sangat buruk.” lanjut Dewi.

            Inet manggut-manggut mendengar penuturan Dewi. Ia agak heran bisa mempunyai teman super unik ini. Selain dengan tingkah konyolnya Dewi juga mempunyai sifat yang kritis.

            “Karena tidak ada pembekalan ilmu agama yang cukup  hingga sikap generasi bangsa banyak yang menyimpang. Udah ah jangan ngomongin hal-hal itu.. bikin pusing.” Inet membuka beberapa buku yang dia bawa. “Oh ya Wi, mau nonton di bioskop? Lagi rame nih. Nonton AADC 2 atau Civil War?”

            “Gak minat dua-duanya.” jawab Dewi singkat. Inet memilih diam dan melanjutkan bacaannya dibanding memberi pertanyaan satu kali lagi pada Dewi.

--

            Kegiatan rohis kampus kali ini adalah mengisi sebuah acara di salah satu SMA. Pagi itu kebetulan Dewi dan Inet tidak ada kelas mereka mendapat tugas dari ketua rohis untuk berkunjung ke SMA yang dimaksud. Hanya sekedar survei lokasi dan tempat acara akan digelar. Acara sederhana untuk memperingati Isra’ Mi’raj besok Jum’at. 

            Pihak sekolah dengan senang hati mengundang mahasiswa-mahasiswi rohis dari kampus yang sangat terkenal di kota itu. Undangan itu pun diterima anggota rohis dengan gembira. Dewi dan Inet memastikan jika rencana yang akan mereka lakukan berjalan dengan sempurna. Apalagi kerjasama dengan panitia acara bisa diatur sebaik mungkin.

            Dewi dan Inet di sambut ramah oleh pihak sekolah. Anak-anak yang tergabung dalam panitia pun juga sangat baik. Antusiasme mereka sangat terlihat saat mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan bagian mereka.

            “Kak Dewi, sini deh aku bisikin.” kata seorang murid bernama Nana melambaikan tangannya ke arah Dewi.

            “Ada apa, Na? Kok sampai bisik-bisik segala.” Dewi mendekati Nana yang duduk bersila di lantai bersama teman-temannya.

            “Tahu gak Kak?” alis Dewi bertaut dia malah dibuat penasaran dengan anak imut ini. “Guru kita eh.. tepatnya Ketua Panitia ini juga, itu cakep lho Kak. Sepertinya dia masih jomblo. Dia sering digodain sama murid-muridnya lho.” ucap Nana antusias.

            “Lha ya gak boleh seperti itu Nana, gak sopan.”

            “Hahahaha beliau gak masalah sepertinya Kak. Orangnya asyik kok diajak bercanda, aku suka. Suka jadi murid beliau maksudnya. Hihihihi.” Nana nyengir dengan tampang ayunya.

            “Kamu bisa aja deh Na.”

            Tiba-tiba Nana berdiri dengan cepat dan menarik Dewi juga.

            “Kak Dewi, itu orangnya yang aku maksud..” Dewi menunjuk ke arah pintu masuk aula.

            Dewi membelalakkan matanya lebar-lebar. 

            “Mana mungkin dia ada di sini? Jadi dia adalah seorang guru?”



Bersambung...


#OneDayOnePost



April Cahaya 07 Mei 2016 

6 comments:

  1. Asyiiikk..ada yang namanya Na disini.
    *mataku berkaca-kaca. trus Husnudzon..itu pasti saya. ahhaaha

    "kak Dewi cocok sama guruku. Kalau gak mau, yaa udah..biar aku yang maju" :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu namanya mbk Na udah diselipin.. hihihi

      Delete
    2. Hehehe..akhirnya. :) hehehe

      Delete
  2. Penasaran sama ekspresi pak gurunya yang melihat dewi huhuhu

    ReplyDelete
  3. Jedeng deng deng.....(ne back soundnya mbak..😃😃😃)

    ReplyDelete