Gerimis Pagi - Bab 6


          
          Sejenak Dewi tersadar dari keterkejutannya. Ia mengalihkan pandangannya dan menunduk malu. Entah apa yang membuatnya terpana melihat sosok laki-laki yang baru beberapa hari dikenalnya itu.

            “Nah itu yang namanya Pak Dany, Kak. Gimana cakep kan?” Nana masih setia mengoceh di samping Dewi. Sedangkan Dewi berusaha menutupi rasa malunya sendiri karena terlalu lama memandang Dany hingga sang empunya menyadari jika ia sedang dipandang oleh seseorang.

            “Lhoh Wi, kok di sini?” tanya Dany sesaat setelah menghampiri Dewi yang berada diantara murid-muridnya.

            “Oh.. eh.. i-iya Mas. Eh Dany.. eh Pak.” Dewi menepuk dahinya sendiri. Ia makin tambah malu karena tingkahnya yang memalukan.

            Dany tertawa melihat sikap Dewi yang salah tingkah.

           “Hahahaha Kak Dewi salting cie, gugup ya berhadapan dengan Pak Dany?” celetuk Nana yang ternyata masih setia berada di samping Dewi tanpa Dewi sadari.

           “Ih apaan bukan.” Dewi menanggapi cepat perkataan Nana yang berasa semakin menyudutkan Dewi dalam keadaan yang serba canggung ini.

            “Oh ya ngomong-ngomong ada keperluan apa Dewi ke sini?”

         “Kan Kak Dewi ini termasuk anggota rohis kampus yang kita undang Pak Dany.” Lagi-lagi Nana ikut menjawab.

            “Nana... saya tanyanya sama Kak Dewi bukan kamu.”

          “Cieh.. yang maunya cuma di jawab sama Kak Dewi. Oke deh, maaf atas kelancangan saya Pak. Saya pamit undur diri, assalamu’alaikum.” Nana segera kabur dari TKP setelah mendapat tatapan tajam dari guru favoritnya itu.

            Kecanggungan mulai mencair setelah Inet dan Wakil Kepala Sekolah datang. Mereka mulai membicarakan beberapa susunan acara dan sebagainya.  Lucunya Dewi semakin salah tingkah jika terlalu dekat dengan Dany. Dewi lebih menempel ke Inet dan menjawab seperlunya jika Wakil Kepsek bertanya pada Dewi. Selebihnya Inet lah yang paling cerewet.

--

            Acara Isra’ Mi’raj di SMA itu berjalan dengan lancar tanpa halangan. Sesuai dengan rencana awal acara itu mendapat apreasi yang bagus dari Kepala Sekolah dan pihak yang terkait. Kemungkinan besar tahun depan acara tersebut akan diadakan lagi.

            Sebenarnya kondisi kesehatan Dewi sedikit menurun. Mungkin karena terlalu lelah atau banyak pikiran. Beberapa tugas kuliah menanti sedangkan hari Senin Dewi ada kelas pagi. Namun Dewi masih tetap bangun saat adzan Shubuh berkumandang.

            Tak perlu cemas menunggu lama si angkot datang, motor kesayangan Dewi sudah kembali ke pelukan. Motor Ayah Damar sudah jadi hari Sabtu kemarin. Memang motor itu sudah tua tapi Ayah Damar enggan menjual dan menggantinya dengan yang baru. Begitulah Ayah Damar, beliau amat menyayangi benda-benda yang menemani perjuangannya mencari nafkah. Contohnya saja sepeda ontel  lama itu masih terawat hingga kini.

            “Tumben pagi gini sudah berangkat, Wi.” kata Ayah Damar saat bersiap-siap bernagkat ke sekolah tempat beliau mengajar.

            “Iya, Yah. Ada jadwal kuliah pagi. Padahal Dewi maunya masih molor. Hehehe...” Dewi cengengesan tidak jelas.

            “Kamu itu, tidak baik lho anak gadis tidur pagi-pagi gini. Nanti jodohnya di patok ayam.”

            “Serius? Jangan bercanda Ayah..”

            “Siapa yang bercanda? Ya sudah Ayah berangkat dulu, Wi.” Ayah Damar mulai menyalakan motor kesayangannya. Dewi mencium tangan orang yang teramat ia sayangi dan hormati itu. Tangan seorang yang berjasa tak hanya untuk keluarga tapi juga untuk bangsa dan negara.

--

            Lagi.

          Hujan turun dengan derasnya setelah gerimis lembut menyapa di awal. Dewi berpikir jika itu hanya gerimis kecil yang tidak akan membuatnya basah. Tapi langit berkata lain, ia menumpahkan tangisannya pagi itu tanpa toleransi sedikitpun. Dan sayangnya Dewi lupa membawa benda paling penting di keadaan seperti ini. Jas hujan.

            Jas hujan berwarna biru itu entah kemana karena di bagasi motor Dewi tidak menemukan benda itu.

            “Apa jangan-jangan... Haduh kebawa sama Ayah.” Dewi menepuk dahinya dan meurutuki kebodohannya yang tidak mengecek perlengkapan sebelum pergi.

            Sebuah motor berhenti tepat di tempat Dewi berteduh. Orang itu membuka kaca helm full facenya tapi Dewi tetap tidak mengenalnya. Sampai orang itu menyapa lebih dulu.

            “Dewi..”


            Alis Dewi bertaut, hatinya bertanya siapa orang yang ada dihadapannya itu.


Bersambung...



#OneDayOnePost



April Cahaya
Pati, 09 April 2016

7 comments:

  1. Kirain hanya rezeki saja yang dipatok ayam, ternyata jodoh juga ya?
    Ahh ayam..rakus nian dirimu. zebell (^>^)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu karna ayam suka bangun pagi2 mbak na.. Makanha dapet lebih banyak.. Hidup ayammm...😉

      Delete