Remember Me


              Acara yang paling aku benci dan berharap tidak akan pernah ada dalam hidupku akhirnya terjadi. Lusa acara reuni SMA. Kali ini aku tidak bisa mengelak lagi. Si Denna sialan itu berhasil memaksaku untuk ikut. Oh please...

            Aku memandang layar ponselku yang menampilkan percakapan teman-teman di grup Whatsapp. Mereka membahas apapun yang menurutku itu tidak penting. Mulai dari si Kiko yang kini sudah menikah dengan Rudy, sampai-sampai pembahasan siapa saja yang masih menyandang status jomblo sampai sekarang. Sialan.

            Tiba-tiba saja ponselku berbunyi setelah beberapa detik aku letakkan di nakas.

Kiko : Btw, @Anya masih jomblo susah move on atau udah punya penggantinya Nino nih?

            Tuh kan, mereka memang rese. Padahal aku sudah berusaha tidak nimbrung obrolan di grup, tetap saja mereka selalu saja mengusikku.

Denna : Masih pada kata-kata yang pertama. Jomblo susah move on. Wkwkwk.

            Awas kamu Denna, kalau ketemu aku kutuk jadi biji salak. Aku melempar ponselku ke tempat tidur dan memilih mengabaikan ocehan teman-temanku di Whatsapp. Bodo amat mereka mau membicarakanku. Yang penting sekarang aku menghilangkan nama cowok itu dulu sebelum otakku mendadak eror.

            Dia... yang disebut oleh Kiko tadi adalah mantan pacarku saat SMA. Bisa disebut dia adalah mantan terindah. Kita putus baik-baik tetapi tetap saja hatiku tidak baik-baik saja. Karena... aku masih mencintainya. Dia pergi pindah bersama keluarganya di Jogja, dan dia bilang hubungan kita tidak akan bisa berlangsung lama. Dan akhirnya kita pisah.

            Jujur, dalam hatiku aku masih mengharapkan dia kembali padaku. Dan... acara reuni kali ini aku pasti akan bertemu dengannya lagi.

--**--

            Aku mengeringkan rambutku yang masih basah dengan handuk. Aku memandang diriku sendiri di depan cermin. Hei Nino, apa kamu siap bertemu dengan Anya lagi?Sepertinya aku mulai gila karena memikirkan cewek itu sejak kemaren, ah bukan, sejak anak-anak mengadakan acara reuni ini.

            Di tahun-tahun sebelumnya Anya tidak pernah datang, apakah dia menghindariku? Apa dia tidak ingin bertemu denganku? Bagaimana penampilannya sekarang? Apakah rambutnya masih sepanjang dulu? Apakah dia masih secerewet dulu? Entahlah. Yang jelas aku merindukannya.

            Pintu kamarku tiba-tiba terbuka menampilkan cengiran rese dari adik perempuanku.

            “Bang, pinjem laptop ya?”

        “Laptop kamu emang kemana?” tanyaku tanpa menoleh padanya. Aku memilih kemeja berwarna cokelat yang sudah aku siapkan sebelumnya. Karena kerjaan Kiko, akhirnya dresscode kali ini berwarna cokelat.

         “Rusak Bang. Ya, ya?” rengeknya.

            “Iya.”                          
               
         “Nah gitu ya baru Abangku yang ganteng. Tapi, Bang. Abang mau kemana? Rapi amat.” Adikku menatapku dari atas sampai bawah.

            “Reuni.”

            “Cieh... mau ketemu sama Kak Anya nih. Aku doain semoga Kak Anya mau sama kamu lagi deh Bang. Sayang banget cewek sebaik dan secantik Kak Anya Abang sia-siain gitu aja. Itu namanya goblok.” Adikku tertawa keras dan segera melesat pergi dari kamarku sebelum aku berhasil menjitaknya.

            Tapi apa yang dikatakan oleh adikku benar. Aku memang goblok, bodoh dan ya semacam itulah. Aku bodoh telah melepas Anya waktu itu. Aku janji, jika aku bisa bertemu dengannya lagi, aku tidak akan melepaskannya.

--**--

            Ballroom sebuah hotel berbintang itu sudah disulap dengan pernak-pernik berwarna cokelat. Lebih mirip seperti lautan cokelat. Apalagi para tamu undangan acara reuni akbar ini yang menggunakan pakaian serba cokelat. Rata-rata mereka yang datang pasti berpasangan. Berbeda dengan Anya yang datang sendiri. Ia menolak dijemput Denna dan pacarnya. Ia tidak mau menjadi obat nyamuk waktu di mobil. Karena Anya tahu jika pasangan itu bermesraan tidak tahu tempat.

            Anya menggunakan dress cokelat selutut yang bagian bawahnya mengembang sempurna seperti gaun seorang putri. Bagian atasnya dihiasi brukat warna cokelat terang dan heels setinggi 7cm berwarna cokelat susu. Yang mempermanis penampilan Anya adalah rambutnya yang dikepang indang ke samping dengan ssedikit hiasan bunga kecil yang berwarna cokelat muda. Cantik. Itulah kesan pertama saat orang lain menatap Anya.

            “Eh itu Anya ya?”

            “Cantik banget sih.”

            “Anya, lo tambah cantik deh.”

       Semua pujian itu ditanggapi Anya dengan senyuman yang lebar. Hingga ia tidak sengaja menabrak punggung seseorang di depannya.

      “Oh maaf. Maaf saya nggak sengaja karena...” kalimat Anya menggantung karena ia sekarang menatap wajah orang di depannya tanpa berkedip. Seseorang yang ingin ditemuinya sekaligus ingin dihindarinya. Entahlah Anya bingung dengan perasaannya sendiri.

            Tatapan itu, wajah itu, Anya sangat merindukan Nino.

            “Nino...”

            “Anya...”

            Keduanya sama-sama dalam situasi canggung, tetapi tatapan mereka sama-sama tak bisa lepas. Seakan keduanya tidak mau sedetik pun pandangan mereka beralih karena mereka sama-sama takut kehilangan.

            “Hai, Anya. Hai, Nino. Kalian ngapain cuma berdiri di sini. Yuk, gabung sama kelas kita. Anak-anak udah nungguin tuh.” Denna yang tiba-tiba nimbrung melenyapkan segala kecanggungan diantara mereka. Anya memilih berjalan di depan dan melesat pergi ke kerumunannya. Sedangkan Nino, pandangannya tak pernah lepas dari Anya.

            Ada banyak hal yang ingin mereka sampaiakan tetapi semuanya menguap begitu saja saat tatapan mereka bertemu. Memang mulut terkunci, tetapi tatapan mereka tidak akan pernah berbohong jika mereka masih saling mencintai.

            “Anya...” Karena tidak sabar, akhirnya Nino menarik tangan Anya. “Lo masih mengingat gue kan? Gue tahu lo masih sayang kan sama gue? Oke, gue nggak akan basa-basi. Gue masih sayang banget sama lo, Anya.”

        Anya terpaku dengan pengakuan Nino yang tiba-tiba dan posisi mereka yang masih berada di tengah-tengah kerumunan membuat semua perhatian tertuju pada Anya dan Nino.

            “Ehmm... gue...” Belum juga Anya mengatakan apapun, Nino langsung menarik Anya dalam pelukannya. Teman-teman mereka kompak bersorak dan melontarkan berbagai kata-kata godaan untuk Anya dan Nino. Berbeda dengan Anya, dirinya masih syok dengan semuanya hingga ia tak mampu bergerak untuk menolak ataupun membalas pelukan Nino. Tetapi sudut bibirnya tersenyum.



#tantanganODOP

Pati, 27 April 2017


April Cahaya

1 comments: