Kelopak Bunga yang Hampir Gugur



Aku benci menunggu.  Aku benci menunggu untuk waktu yang lama. Tetapi pada kenyataannya aku telah menunggumu selama ini. Lelahku sudah menghilang, air mataku telah mengering, dan kau tetap tak kembali.

Langit sore ini begitu indah. Semburat warna merah keemaasannya membawa satu kenangan bersamamu. Kenangan yang membawa kenangan juga kepedihan. Tidakkah kau juga melihat warna langit sore ini?

Tanpa kusadari air mata ini menetes. Aku mengusapnya dengan cepat. Kupandangi sekali lagi semburat warna merah di langit dan aku masih bisa melihat senyum wajahmu di sana.

---

Kelopaknya hanya tinggal tiga helai. Mulai mengering, kusut dan tak harum lagi. Dulu, dia berwarna merah segar. Harumnya semerbak memenuhi ruangan. Aroma khasnya membuat semua orang tertarik padanya.

"Hanum, itu bunga dari siapa?" Aku menoleh ke arah suara yang begitu lembut. 

"Dari Mas, Bu." jawabku. Aku sekali lagi menyentuh kelopaknya yang begitu segar.

"Kok nggak buket bunga gitu sih Mbak? Malah bunga dalam pot."celetuk adik perempuan yang entah dari arah mana tiba-tiba muncul di samping Ibuku.

"Kan bisa aku rawat. Kalau buket bunga nanti lama-kelamaan bunganya akan layu."

"Nggak keren ah." ucapnya lagi. Ketahuilah adikku ini selalu saja banyak komentar.

"Ini romantis kok."

"Halah, yang lagi kasmaran dan besok udah mau menikah." 

"Udah ayo, bantuin Ibu ke depan. Ribut saja sama Mbakmu." Pada akhirnya Ibu menyeret adikku keluar dari rumah. Sedangkan aku masih memandangi bunga cantik dalam pot itu. Aku sudah berjanji padanya bahwa aku akan merawatnya dengan sepenuh hati. Seperti cintaku padanya.

Kini usia pernikahan kita sudah lebih dari 2 tahun, tetapi kau kini sudah tidak ada di sampingku lagi. Kau berbohong. Kau berjanji akan kembali. Tetapi kau tidak kembali sama sekali. Kau tak pernah kembali selamanya.

Aku terus menerus memandangi kelopak bunga yang tak pernah lagi aku rawat. Aku menatapnya seolah itulah dirimu yang patut aku marahi. Aku tak sanggup hidup seperti ini.
Satu kelopak jatuh. Kini tinggal dua kelopak lagi. Dia mengering, tak terawat.

Aku merindukanmu... Aku sungguh menanti janjimu untuk kembali. Aku...

Kelopak itu jatuh lagi.
Aku putus asa. Aku tak punya harapan lagi. Aku tak kuat mendengar desas desus akhir-akhir ini. Aku tak tahan. Mereka bilang anak itu bukan anakmu. Apa yang mereka tahu tentangku? Aku bukan pelacur. Aku bukan wanita murahan yang menyerahkan tubuhku begitu saja. Aku bukan... wanita jalang!

Kini kelopak itu tinggal satu. Jika nanti... dia akan jatuh juga... apakah cintaku padamu akan hilang juga? Tidak. Itu tidak mungkin.

Mataku menatap lekat pada satu-satunya kelopak bunga itu. Jika dia jatuh... Aku juga akan pergi dari dunia ini. Aku akan ikut dengannya pergi bersamamu. Aku akan...

"Mama..." suara kecil itu... Derap langkah kaki mungilnya menghampiriku. Dan seketika aku lupa dengan apa yang akan aku lakukan tadi.


#OneDayOnePost

Pati, 01 Mei 2017

April Cahaya

6 comments:

  1. Lama gk singgah disini, diksinya makin cetar membahana.
    "Kompor Gas!" Kata Pakdhe Indro.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Mas Heru sudah mampir. 😄

      Delete
  2. Keren banget prill. Gak diragukan lagi lah April mah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi thanks Mas Ian. 😊😄

      Delete
  3. Jadi inget beauty and the beast... Versi cewenya... Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak kepikiran sampe kesitu malahan aku net 😄😄

      Delete