Perempuan Itu


Jika aku bertanya siapa perempuan yang duduk berjongkok di ujung jembatan desa itu, jawaban dari nenekku adalah, namanya Kanti. Setelah itu aku bertanya siapa itu Kanti? Jawaban nenekku hanya tersenyum dan berkata, “Dia orang gila, Nduk.”

Entah karena apa, setiap aku pulang ke desa dimana aku dilahirkan akan selalu ada orang gila baru yang aku lihat. Entah itu wanita ataupun pria, bahkan remaja juga ada. Apa mungkin ini akibat dari faktor ekonomi, atau kurangnya perhatian dari keluarga mereka? Dan lucunya, warga di sini seolah tak peduli dengan nasib para orang gila itu. Orang-orang gila itu seolah sampah yang patut diabaikan dan tidak perlu perhatian khusus.

Saat ini aku ikut dengan nenekku ke sebuah warung untuk membeli beberapa kebutuhan pokok, seperti telur, minyak goreng dan lainnya. Jika di kota dalam jarak dekatpun aku menggunakan sepeda motor, berbeda dengan di sini, aku harus jalan kaki hingga 500 meter. Nenekku sungguh tangguh, aku saja sudah kelelahan dan berkali-kali mengeluh.

“Si Kanti masih ngejongkrok di ujung jembatan itu?” aku mendengar salah satu ibu-ibu yang juga sedang berbelanja memancing obrolan.

“Iya Mbak Yu. Tetapi keluarganya tidak ada yang peduli dengan perempuan itu. Kasihan ya.”

“Orang gila kok dikasihani.” jawab yang lain.

“Ya kasihan tho. Dia jadi gila juga bukan salahnya. Calonnya pergi begitu saja padahal pernikahan tinggal sehari lagi.” Saat mendengar kalimat itu aku menoleh segera ke segerombolan ibu-ibu yang ngerumpi tadi. Aku mendekat ke arah nenek dan berbisik.

“Bener kayak gitu ya, Nek?” tanyaku. Nenek hanya tersenyum sekilas. Hal itu membuatku semakin penasaran. Ah, apa susahnya nenek menjawabnya.

---

Namanya Kanti. Perempuan itu jadi gila karena ditinggalkan calon suaminya saat pernikahan tinggal sehari lagi. Perempuan itu cuma diam, menangis tanpa suara. Dan selalu berjalan menuju ujung jembatan saat matahari mulai menampakkan wujudnya. Dia duduk di sana seperti penunggu jembatan. Padahal, konon katanya jembatan desa itu angker. Sering terjadi kejadian aneh di sana. Kalau menurutku sih, itu hanya mitos.

“Nek, apa benar perempuan itu jadi gila karena ditinggalkan calon suaminya?” tanyaku pada Nenek di suatu sore. Nenek menoleh pelan ke arahku dan lagi-lagi tersenyum.

“Bisa jadi, Nduk.”

“Terus?”

“Pengaruh terbesar dia jadi gila karena ia kehilangan pegangan. Dia tidak mengingat Gusti Allah. Akal sehatnya terkalahkan, hingga dia gila.” Nenek menghela napas sejenak. “Jika saja dia mau mengingat Tuhannya tidak kehilangan pegangan hidupnya, yaitu agamanya. Insya Allah, Gusti Allah tidak akan membuatnya tersesat seperti itu. Gusti Allah pasti akan membukakan jalan yang lebih baik dari musibah yang dia alami. Gusti akan melapangkan dadanya, Nduk.”

Aku mengangguk paham. Allah tidak pernah meninggalkan hambanya, melainkan hambanya lah yang sering melalaikan Tuhannya.



#tantanganODOPUncle


Pati,  24 Mei 2017

April Cahaya

0 comments:

Post a Comment